Bumijawa – Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah V Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah melalui Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Barat lakukan pemeliharaan atau penyulaman tanaman dengan menanam 136.781 ribu bibit pohon endemik di lahan hutan seluas 287 hektare, termasuk lahan di kawasan hutan lindung sisi barat lereng Gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat penjarahan dan konversi ilegal menjadi lahan pertanian.
Sejumlah elemen masyarakat seperti komunitas relawan peduli lingkungan hidup pun dilibatkan untuk mendukung kegiatan reboisasi ini. Informasi tersebut disampaikan Administratur KPH Pekalongan Barat Prasetyo Lukito saat berlangsung kegiatan simbolis Penanaman Pohon Bersama Forkopimda Kabupaten Tegal di Dukuh Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa, Rabu (06/11/2024).
Menurut Prasetyo kegiatan ini dilakukan salah satunya untuk memastikan bibit pohon yang ditanam oleh komunitas relawan peduli lingkungan, warga desa hutan dan Perhutani sejak tahun 2023 lalu tumbuh dan berkembang dengan baik, mengingat fungsi ekologi kawasan hutan lindung sebagai area pemerangkap air hujan.
“Hutan lindung memiliki beban yang paling tinggi, yakni sebagai fungsi ekologi di mana harus memberikan manfaat dari hulu ke hilir,” ujarnya.
Pihaknya pun mengajak seluruh stakeholder dan elemen masyarakat untuk ikut serta secara intensif menanam, mengawasi dan menjaga tumbuh kembang bibit pohon ini pascapenanaman. Adapun bibit pohon endemik yang ditanam antara lain lokal anggrung, geronggang, selang, klepu, baros, dempul, pasang dan menyere.
“Penyulaman dengan pohon endemik ini diharapkan bisa menjamin kembalinya formasi hutan alam yang ada di sini,” pungkasnya.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kabupaten Tegal Joko Kurnianto yang hadir mewakili kepala daerah menuturkan jika kondisi hutan di bagian barat Gunung Slamet kondisinya cukup memprihatinkan. Sebab, kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian tanpa mempertimbangkan fungsi ekologinya.
Hal tersebut tidak saja berakibat pada penurunan kualitas tanah yang sewaktu-waktu bisa memicu terjadinya longsor, tanah bergerak, banjir bandang hingga erosi tanah, akan tetapi juga cadangan air sebagai sumber air baku daerah hilir atau di bawahnya berkurang karena daya tangkapnya terhadap air hujan rendah.
Menurutnya, menanam pohon di lahan kritis ini sangat tepat untuk mengantisipasi perubahan iklim global, degradasi dan deforestasi hutan dan lahan, serta kerusakan lingkungan. Terlebih, tanggal 28 November nanti akan diperingati sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia, sebuah momentum untuk mengingat kembali pentingnya pemulihan kerusakan sumber daya hutan dan lahan.
Tak lupa, dirinya memberikan apresiasi dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Perhutani KPH Pekalongan Barat dan seluruh elemen warga juga komunitas peduli lingkungan hidup yang telah berperan aktif menjaga dan melestarikan kawasan hutan lindung.
“Mari bersama-sama menjaga dan memelihara hutan lindung ini agar kembali kepada fungsinya dan bisa bermanfaat bagi kehidupan kita hari dan anak cucu di masa mendatang,” ajaknya. Fauzi