Pontianak Targetnews.id Yuliarti R, AMKK alias Yuli binti H Bustami terdakwa kasus memberikan keterangan palsu dinyatakan bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, pada sidang putusan Senin (23/10/2023). Oleh hakim dinyatakan Yuliarti tidak bersalah
Putusan ini membuat pihak Nurdin selaku pelapor / korban merasa tidak puas. Dia melihat ada kejangggalan dalam proses hukumnya di persidangan PN Pontianak.
Sebab ancaman hukuman pada pasal yang dikenakan sebagaimana tertuang dalam KUHP dengan tuntutan JPU jauh sekali.
Bahkan kasus ini mendapat sorotan tajam dari
Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat Edi Ashari, SH.
Edi mempertanyakan kasus memberikan keterangan palsu dengan nomor perkara 412/Pid.B/2023/PN Ptk tersebut terkesan menggunakan pasal karet.
HERAN:
Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat Edi Ashari, SH dan sebagai pengamat hukum dimintai komentarnya oleh awak media usai persidangan mengungkapkan rasa herannya mengapa JPU menuntut terdakwa begitu ringan hanya 1 bulan penjara saja.
” Padahal terdakwa Yul dalam tuntutan disebutkan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberi keterangan palsu dengan saksi diatas sumpah “, ketusnya.
” Sanksi Pidananya jelas pada Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya, diancam pidana penjara maksimal 7 tahun”, ungkap Edi.
Edi Ashari mengatakan dengan tuntutan JPU hanya 1 bulan saja, ini jelas melanggar UU dan peraturan hukum yang berlaku. “Ada pasal karet yang di gunakan JPU ?”, balik Edi bertanya.
” Tidak ada rasa keadilan bagi masyarakat karena penerapan hukum oleh JPU tidak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku” , ketusnya.
“Disini saya menilai ada kejanggalan dengan penerapan hukumnya. Dalam aturan UU 7 tahun ancamannya, mengapa JPU menuntut hanya 1 bulan penjara saja. Ada apa ini ?”, pungkas Edi.
” Ini jelas menyimpang dari UU dan peraturan yang berlaku . “Sesuai UU kalau ancaman 7 tahun penjara, mengapa tuntutannya hanya 1 bulan, jauh sekali jaraknya. ini kan aneh. Hukum terkesan dipermainkan”, jelasnya.
” Kalau korban merasa tidak puas bisa melaporkan kejanggalan hukum ini ke pengawasan jaksa. Kita minta penanganan kasus ini harus sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku”, pungkasnya.
“Ada rasa ketidakadilan terhadap korban atau pelapor harus pertanyakan mengapa oleh JPU dikenakan tuntutan 1 bulan saja, padahal dalam UU KUHP ancamannya 7 tahun penjara. Rendah benar tuntutannya”, jelasnya.
Menurut Edi, kalau ini d biarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kejaksaan sendiri. Karena hak korban merasa dirampas keadilan hukumnya”, tegas Edi.
“Ini pasal karet yang dijatuhkan JPU kepada terdakwa, artinya pasal yang diterapkan tidak sesuai dengan Undang Undang atau peraturan yang berlaku”, ungkapnya.
Edi mengatakan pihak pelapor/saksi korban sebaiknya melaporkan ke pengawasan kejaksaan. ” Biar oknum jaksa yang nakal dipanggil dan disidangkan, bila terbukti bermain main dengan hukum peradilan akan dikenakan sanksi”, jelasnya
Sidang kasus memberikan keterangan palsu dengan Nomor perkara 412/Pid.B/2023/PN Ptk dengan Penuntut Umum Wiwik Anggraini, SH .
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim
Moch Ichwanudin SH MH , dengan hakim anggota masing masing Moch Nur Azizi Eay dan
Retno Lastiani SH MH, dengan Panitera Sy Riva Kurnia T, SH dan terdakwa Yul.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pontianak Wiwik Anggraini, SH ketika diminta tanggapannya atas tuntutan 1 bulan penjara menurutnya karena terdakwa sudah uzur dan sakit sakitan.
Ketika ditanya apakah tidak banding, Wiwik menjawab akan pikir pikir.
Dan ketika ditanya apakah dirinya siap bila dilaporkan ke Jamwas maupun komisi kejaksaan , Wiwik menyatakan siap diperiksa atas kerjanya dalam kasus ini. “Iya saya siap”, ujarnya singkat.
LAPORKAN:
Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat Edi Ashari, SH lebih lanjut menegaskan akan melaporkan jaksa Wiwik Anggraini, SH Jamwas maupun Komisi Kejaksaan yang diduga “bermain” dalam kasus ini.
Dia menimpali ” bagaimana dia mau banding , tutntutannya saja dibuatnya rendah 1 bulan. Padahal ancamannya pidana dalam kasus ini sesuai bunyi KUHP mamsimal 7 tahun penjara.. Ini kok dituntut 1 bulan saja, ada apa ?”, ketusnya
“Dan JPU tidak bisa menuntut seorang terdakwa hanya berdarkan kasihan atau sudah uzur. Bagaimana hukum kita kalau begitu” , herannya.*(reni)