Home / Artikel / BERITA UTAMA / DAERAH / HUKRIM / INVESTIGASI / KESEHATAN / NEWS / Tag / TNI-POLRI / Uncategorized

Selasa, 22 April 2025 - 16:29 WIB

Etika Profesi Tergadaikan, Ketika Media dan Kekuasaan Uang Berselingkuh

Etika Profesi Tergadaikan, Ketika Media dan Kekuasaan Uang Berselingkuh

Etika Profesi Tergadaikan, Ketika Media dan Kekuasaan Uang Berselingkuh

 

Surabaya – Langkah Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka baru dalam pusaran dugaan korupsi impor gula dan timah, yang menyeret dua oknum pengacara dan seorang oknum petinggi media, telah mengguncang fondasi penegakan hukum di Indonesia.

Penangkapan ini bukan sekadar penambahan daftar panjang tersangka korupsi, melainkan membuka sebuah babak kelam yang jauh lebih mengkhawatirkan: dugaan perselingkuhan antara kekuasaan uang, representasi hukum yang seharusnya menjunjung tinggi etika, dan kekuatan pembentuk opini publik melalui media yang seharusnya independen.

Terungkapnya dugaan aliran dana ratusan juta rupiah dari pihak pengacara kepada Direktur Pemberitaan Jak TV memunculkan pertanyaan mendasar tentang independensi media dan integritas proses hukum.

Jika benar adanya bahwa dana haram tersebut digunakan untuk memproduksi dan menyebarkan narasi negatif yang secara sistematis menyudutkan institusi Kejaksaan Agung, maka ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, melainkan sebuah serangan frontal terhadap pilar keadilan yang selama ini kita junjung tinggi.

Media, yang seharusnya berdiri tegak sebagai garda terdepan dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan penegakan hukum, kini justru diduga kuat telah dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang sedang berhadapan dengan hukum.

Tentu saja, asas praduga tak bersalah harus tetap kita junjung tinggi sebagai landasan utama dalam sistem peradilan pidana. Namun, informasi yang disampaikan oleh Kejagung mengenai dugaan pendanaan demonstrasi, upaya sistematis membangun opini publik melalui berbagai platform media, hingga penyebaran informasi yang kebenarannya patut dipertanyakan, adalah indikasi praktik yang sangat berbahaya dan mengancam tatanan hukum yang berkeadilan.

Upaya untuk menciptakan persepsi negatif terhadap kinerja Kejaksaan Agung, apalagi sampai mengganggu konsentrasi para penyidik yang sedang berupaya mengungkap kebenaran dengan harapan perkara dapat dibebaskan atau diringankan, adalah bentuk obstructive justice yang tidak bisa ditoleransi dalam negara hukum. Tindakan ini tidak hanya merusak citra institusi penegak hukum, tetapi juga berpotensi menghambat proses pencarian keadilan bagi masyarakat luas.

Baca juga  Kasium Berikan Himbauan Tentang Larangan Karhutla

Kita perlu merenungkan implikasi yang jauh lebih luas dari kasus yang sangat memprihatinkan ini. Jika pengacara, yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi kliennya dalam mencari keadilan melalui jalur hukum yang benar dan menjunjung tinggi etika profesi, justru terlibat dalam praktik-praktik kotor seperti ini, maka kepercayaan publik terhadap institusi hukum akan semakin terkikis. Masyarakat akan bertanya-tanya, kepada siapa lagi mereka dapat berharap jika para penegak hukum dan representasi hukum justru menjadi bagian dari masalah?

Demikian pula halnya dengan media. Jika institusi yang seharusnya menjadi sumber informasi yang kredibel, berimbang, dan terpercaya, justru menjadi alat propaganda yang dengan sengaja menyebarkan disinformasi demi kepentingan segelintir orang, maka fondasi demokrasi kita akan semakin melemah. Masyarakat akan kehilangan pegangan dalam mencari kebenaran, dan opini publik akan dengan mudah dimanipulasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Kasus ini juga menyoroti betapa rentannya opini publik terhadap manipulasi informasi, terutama di era digital dengan banjir informasi yang tak terbendung. Kemampuan masyarakat untuk memilah antara fakta dan fiksi menjadi semakin krusial.

Namun, ketika media arus utama yang seharusnya menjadi rujukan informasi terpercaya pun diduga terlibat dalam penyebaran disinformasi, masyarakat menjadi semakin sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan objektif mengenai suatu perkara. Hal ini dapat menciptakan polarisasi dan erosi kepercayaan terhadap institusi-institusi penting negara.

Penetapan tersangka terhadap seorang petinggi media juga menjadi catatan kelam bagi dunia pers di Indonesia. Kebebasan pers adalah pilar penting dalam negara demokrasi, namun kebebasan ini harus diiringi dengan tanggung jawab dan etika yang tinggi.

Baca juga  Bhabinkamtibmas Sosialisasikan Aplikasi Dumas Presisi Kepada Warga

Jika kekuasaan media disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, apalagi sampai digunakan untuk menghalangi proses penegakan hukum dan menutupi kebenaran, maka esensi dari kebebasan pers itu sendiri menjadi cacat dan kehilangan legitimasi di mata publik.

Kejaksaan Agung patut diapresiasi atas keberaniannya dalam mengungkap dugaan praktik kotor yang mencoreng integritas penegakan hukum dan dunia pers ini. Langkah selanjutnya yang krusial adalah memastikan bahwa seluruh proses hukum berjalan secara transparan, akuntabel, dan adil, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun, sehingga kebenaran dapat terungkap sepenuhnya dan keadilan dapat ditegakkan bagi semua pihak.

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah penting dalam mengawal kasus ini. Kita tidak boleh mudah termakan oleh narasi-narasi yang belum terverifikasi kebenarannya dan harus terus mendorong penegakan hukum yang bersih, berintegritas, dan tidak pandang bulu. Kewaspadaan dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya proses hukum adalah kunci untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh warga negara.

Kasus dugaan keterlibatan oknum pengacara dan petinggi media dalam upaya memengaruhi proses hukum ini adalah alarm yang sangat keras bagi kita semua. Ini adalah pengingat betapa rapuhnya keadilan jika integritas para penegak hukum, representasi hukum, dan pilar keempat demokrasi terkooptasi oleh kepentingan sesaat dan kekuasaan uang.

Semoga kasus ini menjadi momentum yang kuat bagi pembenahan yang menyeluruh dalam sistem hukum dan ekosistem media di Indonesia. Kita berharap agar kasus ini dapat membuka mata semua pihak tentang pentingnya menjaga integritas, etika, dan independensi dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, demi tegaknya keadilan yang sejati dan informasi yang terpercaya bagi seluruh warga negara Indonesia.

Surabaya, 22 April 2025
Dedik Sugianto
Ketua WAKOMIND

Share :

Baca Juga

Artikel

Dandim 0808 Bersama Forkopimda Kota Blitar Laksanakan Sholat Idul Fitri 1446 H di Masjid Agung

Artikel

Tanam 40.000 Mangga Putar Dandim 0819 Bersama Forkopimda Kab. Pasuruan Pecahkan Rekor Muri

Uncategorized

Berikan Himbauan Kamtibmas Kepada Warga Saat Sedang Patroli Dialogis

Artikel

Kecelakaan Maut, Speedboat Terbalik dihantam Gelombang di Perairan Maratua, Korban 2 Orang Meninggal

Artikel

Sat Binmas Lalukan Sambang Dan Berikan Himbauan Kamtibmas Kepada Masyarakat

Artikel

Hewan Kurban di Kabupaten Tegal Terkumpul Sebanyak 1.524 Ekor Sapi dan 4.012 Ekor Kambing

Uncategorized

Anggota Satpolairud Himbau Larangan Karhutla Menggunakan Media Maklumat

Artikel

Kodim 1008/Tabalong Laksanakan Tes Kesegaran Jasmani (Garjas) Periodik Semester II Tahun 2024