Surabaya, Kasus penyertaan penganiayaan di Politeknik Perkapalan (PoltekPel) yang menyeret nama Daffa Adiwidya Ariska Bin Ahmad Fakih tak bisa diajukan ke persidangan sebab Daffa Adiwidya sudah menang Praperadilan. Jika perkara ini tetap dipaksakan untuk disidangkan, maka proses persidangan yang dilakukan adalah cacat hukum.
Jaksa Penuntut Umum Herlambang Adhi Nugroho nekat meminta majelis hakim yang diketuai I Ketut Kimiarsa untuk menolak eksepsi pengacara hukum terdakwa Daffa Adwidya Ariska. Padahal, sudah ada putusan praperadilan yang menyatakan dalam kasus penganiayaan Poltekpel itu telah dibebaskan dari status tersangka.
Tak hanya itu, yang lebih mengherankan lagi, JPU Kejari Tanjung Perak Surabaya itu meminta terdakwa untuk tetap ditahan. Serta meminta kepada majelis hakim untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap terdakwa.
Fakta tersebut terungkap dalam persidangan dengan agenda tanggapan dari JPU atas eksepsi (keberatan) yang diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa yang diketuai Rio Dedy Heryawan.
Dalam tanggapannya, JPU Herlambang mengatakan secara limitatif, eksepsi sebagaimana dimaksud pasal 136 ayat 1 kuhap tersebut menyangkut kompetensi pengadilan, surat dakwaan tidak dapat diterima, dan surat dakwaan batal demi hukum.
“Secara jelas diatur dalam pasal 84, pasal 147, sampai pasal 151 KUHAP yang pada prinsipnya alasan keberatan ini dapat diajukan bilamana terhadap hal-hal yang menyangkut masalah kewenangan mengadili dari suatu pengadilan,” kata Herlambang dalam tanggappannya yang dibacakan di ruang Garuda 2, Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (31/05/2023).
Selanjutnya, dalam kesimpulannya JPU menyatakan bahwa dalam surat dakwaannya dalam perkara a quo, telah sesuai dengan pasal 143 ayat 2 KUHP.
“Bahwa karena itu, keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa haruslah dinyatakan tidak dapat diterima,” katanya.
Atas dasar itulah, JPU memohon supaya majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menyatakan eksepsi (keberatan) atas surat dakwaan yang diajukan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima. “Agar terdakwa tetap ditahan dan melanjutkan pemeriksaan perkara ini,” ucap
Herlambang.Terhadap tanggapan JPU, Rio Dedy Heryawan kuasa hukum terdakwa
Daffa Adwidya Ariska, saat dikonfirmasi usai sidang menyampaikan bahwa jaksa mendasari dakwaannya itu dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian.
“Padahal dari status saksi lalu dinaikkan menjadi tersangka kemudian ditetapkan Pengadilan Negeri Surabaya yang menyatakan status tersangka tidak sah terus dakwaannya berarti kan batal demi hukum atau tidak sah. Ini kita bicara sesuai logika hukum ya,” tegas Rio.
Rio menambahkan, “Praperadilan Itu kan sudah final. Sudah dinyatakan penetapan tersangka pada Daffa Adiwidya dinyatakan Pengadilan Negeri Surabaya tidak sah. Terus Surat dakwaanya Jaksa yang dipakai untuk menyidangkan ini apa,?, dakwaan jaksa itu tidak memiliki legal standing.
“Terus Kalau BAP dan penetepan tersangka itu digunakan sesuai surat dakwaan kan berarti dakwaanya juga tidak sah. Batal demi hukum. Logika hukumnya kan seperti itu” lanjutnya, di PN.Surabaya,Rabu (31/05).
Ditanya bagaimana dengan SEMA Nomor 5 tahun 2021 yang menjadi pembenar bagi Jaksa untuk terus menyidangkan perkara Daffa Adiwidya Ariska ini,? Rio menjawab
“SEMA itu kan hanya melanjutkan ke pokok perkara, sekarang kan dilanjutkan. Cuma kan harus diputus sela. Terkait putusan selanya nanti seperti apa,? Kita tunggu. Harapan saya ada putusan sela yang berkeadilan dan yang terbaik untuk Klien kami karena fakta hukumnya memang Klien kami tidak bersalah,” jawab pengacara Daffa Adiwidya, Rio Dedy Heryawan.
Untuk itu, Rio berharap agar majelis hakim dapat mengabulkan eksepsinya dengan dasar bukti berupa putusan praperadilan yang menetapkan kliennya bukan tersangka dalam perkara tersebut.
“Kami mohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi kami dan membebaskan segera klien kami dari tahanan,” tandasnya.
Persidangan kasus penyertaan penganiayaan ini selanjutnya ditundah sepekan mendatang untuk agenda berikutnya yakni putusan sela.(NR).