Sumenep, TargetNews.id Ketua Brigade 571 TMP Wilayah Madura, Sarkawi, kembali angkat bicara soal kasus pelabuhan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) di Kalianget Timur, Kabupaten Sumenep. Ia mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera mengungkap siapa saja yang diduga terlibat dalam penerbitan dokumen ilegal pelabuhan tersebut, termasuk dugaan keterlibatan oknum dinas terkait.
Dalam pernyataannya, Sarkawi menyoroti kuatnya indikasi keterlibatan oknum dinas teknis di lingkungan Pemkab Sumenep, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep. Ia menganggap proses perizinan sejumlah pelabuhan TUKS di Kalianget sarat kejanggalan dan terindikasi manipulatif.
Sarkawi menyebut, dalam kunjungan tim TP3 (Tim Pemantau dan Pengawasan Pembangunan) Kabupaten Sumenep ke lokasi pelabuhan TUKS, tim justru mendatangi pelabuhan milik Dulgani, yang diketahui tidak mengantongi dokumen legal apa pun.
“Padahal ada pelabuhan lain yang memiliki dokumen resmi seperti SHM, izin UKL-UPL, dan IMB. Anehnya, pelabuhan yang legal justru tidak ditinjau, sementara yang ilegal malah jadi sasaran kunjungan,” ungkap Sarkawi, Rabu (1/5/2025).
Masalah semakin serius karena pelabuhan-pelabuhan tersebut dibangun di atas lahan pantai dan wilayah bawah laut yang seharusnya dilindungi dan tidak bisa dialihfungsikan tanpa izin reklamasi. Namun, berdasarkan dokumen yang dimilikinya, Sarkawi menyebut izin reklamasi sama sekali tidak ditemukan dalam proses perizinan.
“Lahan pantai dan bawah laut tidak boleh sembarangan dibangun tanpa izin reklamasi. Tapi di sini, malah keluar izin UKL-UPL dan IMB. Ini fatal dan kami menduga kuat ada permainan di internal dinas terkait,” katanya.
Sarkawi membeberkan bahwa BPN Sumenep diduga telah menerbitkan SHM (Sertifikat Hak Milik) atas lahan pantai yang sebelumnya diajukan sebagai tanah kosong milik negara. Hal ini terjadi pada tahun 1991, di mana SHM Nomor 370 seluas 13.950 m² diterbitkan, kemudian disusul pada tahun 2009 dengan terbitnya dua SHM lainnya:
SHM Nomor 1303 atas nama Nur Ilham seluas 19.900 m²
SHM Nomor 1302 atas nama Sri Sumarlina Ningsih seluas 19.860 m²
“Kami punya data bahwa lahan tersebut sebenarnya adalah lahan pantai yang menjadi milik masyarakat. Bahkan Kepala Desa Kalianget Timur, Furnanto, menyatakan tidak pernah menandatangani atau memberikan rekomendasi. Ada dugaan pemalsuan tanda tangan!” tegas Sarkawi.
Lebih mengejutkan lagi, Sarkawi menyebut bahwa salah satu pelabuhan bermasalah, yakni milik PT Asia Garam Madura milik Nur Ilham, telah diresmikan langsung oleh mantan Bupati Sumenep. Ia menilai hal ini tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan dan komunikasi dengan dinas terkait.
“Tidak mungkin seorang bupati meresmikan pelabuhan tanpa ada laporan dari bawah. Jika pelabuhan tersebut belum memiliki izin lengkap, maka yang bersangkutan bisa saja dikelabui oleh bawahannya. Ini harus diusut,” katanya.
Diketahui, kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Sumenep sejak tahun 2021 dan bahkan telah masuk ke tahap penyidikan. Namun hingga kini, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Sudah 16 kali kami menerima SP2HP dari polisi, tapi belum ada progres signifikan. Jika dua kali mangkir dari panggilan, seharusnya dilakukan jemput paksa atau ditetapkan tersangka sesuai SOP,” tegas Sarkawi.
Ia meminta Polres Sumenep untuk tidak hanya menargetkan pemilik pelabuhan, tetapi juga menyeret semua pihak yang diduga terlibat mulai dari pihak desa, kecamatan, dinas teknis, BPN, DLH, DPMPTSP, hingga KSOP.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tapi sudah masuk ke ranah pidana. Kalau dibiarkan, hukum bisa lumpuh. Kami minta APH tidak tebang pilih!” pungkasnya.(skw)