KOTABARU, KALSEL – Di tengah sorotan tajam publik terhadap kinerja kepolisian dalam menangani gelombang demonstrasi nasional, kabar dugaan kekerasan aparat kembali mencuat dari daerah. Kali ini peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Pulau Laut Barat, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, melibatkan anggota Polsek setempat dengan dua kader organisasi Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN). Insiden ini menambah daftar panjang keluhan masyarakat terhadap perilaku aparat, terlebih saat situasi nasional baru saja mulai mereda dari aksi-aksi demonstrasi yang memanas, namun publik kembali dikejutkan oleh laporan perlakuan kasar yang dilakukan aparat di lapangan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ketegangan bermula pada Senin, 1 September 2025, sekitar pukul 09.00 WITA. Nurdin, Wakil Ketua PAC ARUN Pulau Laut Barat, terlibat perdebatan dengan seorang asisten perusahaan bernama An Domanik terkait klaim lahan dan rencana penggusuran area yang selama ini ia kelola. Perdebatan itu menarik perhatian aparat kepolisian. Beberapa anggota Polsek Pulau Laut Barat datang ke lokasi dan langsung menjemput Nurdin tanpa menunjukkan surat perintah resmi. Ia kemudian dibawa ke kantor Polsek atas perintah Kapolsek untuk dimintai klarifikasi mengenai alasan penahanan alat berat milik perusahaan. Dalam pertemuan tersebut, Nurdin menegaskan bahwa persoalan sengketa lahan belum pernah diselesaikan secara administratif maupun melalui kesepakatan resmi. Meski dijanjikan akan diantar pulang oleh anggota Polsek, Nurdin akhirnya pulang menggunakan jasa ojek.
Ketegangan tidak berhenti sampai di situ. Pada Selasa, 2 September 2025, alat berat perusahaan kembali beroperasi di lokasi yang sama. Nurdin yang merasa belum ada kejelasan hukum terkait status lahannya memilih kembali menghentikan alat berat dan meminta perusahaan menunda penggusuran. Kehadiran Nurdin memicu kedatangan anggota Polsek Pulau Laut Barat yang disebut bertugas melakukan pengamanan. Namun, suasana yang semula dimaksudkan untuk mediasi berubah tegang setelah terjadi adu argumen antara Nurdin dan seorang Kanit Polsek berinisial TD.
Dalam situasi yang semakin panas, Nurdin meminta Ali, Ketua PAC ARUN Pulau Laut Barat, untuk merekam jalannya peristiwa dengan kamera ponsel sebagai bukti dokumentasi. Namun, upaya merekam itu tidak disambut baik. Salah satu anggota kepolisian melarang perekaman dan berusaha merebut ponsel tersebut. Cekcok berubah menjadi pergulatan. Upaya mempertahankan ponsel yang merekam kejadian itu memicu keributan lebih besar di lokasi.
Saksi mata menyebut suasana berubah ricuh. Nurdin diduga sempat dibanting ke tanah oleh aparat, sementara Ali terlibat perlawanan fisik ketika mencoba mempertahankan ponselnya agar tidak dirampas. Benturan itu berujung dugaan kekerasan yang mengakibatkan keduanya mengalami luka-luka dan tekanan psikologis. Hingga berita ini diturunkan, pihak Polsek Pulau Laut Barat belum memberikan keterangan resmi terkait kejadian tersebut.
ARUN Kalimantan Selatan menyatakan keprihatinan atas insiden ini dan menegaskan akan meminta klarifikasi dari pihak kepolisian serta perusahaan terkait. “Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan. Kami menuntut aparat bertindak profesional dan tidak berpihak,” ujar salah satu pengurus ARUN Kalsel. Insiden ini mencuat di tengah sorotan nasional terhadap kinerja kepolisian, pasca rangkaian demonstrasi besar di sejumlah kota Indonesia yang beberapa hari terakhir menguji kepercayaan publik terhadap institusi Polri.