PONTIANAK – TargetNews.id Dr. Herman Hofi Munawar, seorang pengamat hukum dan kebijakan publik, menegaskan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) dalam praktik jurnalistik di Indonesia.
Ia menyampaikan bahwa UU Pers secara teoritis menjamin kebebasan pers, termasuk kebebasan redaksi untuk tidak tunduk pada tekanan pihak manapun, terutama dalam hal mentake down atau menurunkan berita yang sudah dipublikasikan.
Kebebasan ini diatur dengan jelas dalam UU Pers, yang memberi ruang bagi pers untuk menjalankan tugas tanpa campur tangan dari pihak luar. Namun, Dr. Herman menyoroti bahwa dalam praktiknya, kebijakan redaksi sering mempertimbangkan isu sensitif, seperti Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), serta kehormatan perempuan. Dalam beberapa kasus, berita bisa saja dicabut demi menghindari dampak sosial yang lebih luas, meskipun pertimbangan semacam ini tidak secara eksplisit diatur dalam UU Pers.
“Ketika terjadi kesalahan pemberitaan, baik berupa kekeliruan data atau ketidakakuratan informasi, UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik mewajibkan wartawan untuk segera meralat, memperbaiki, atau mencabut berita yang bermasalah,” jelas Dr. Herman.
Selain memperbaiki kesalahan, wartawan juga harus menyertakan permintaan maaf kepada audiens yang terdampak, menjaga integritas dan kredibilitas media. UU Pers menyediakan dua mekanisme utama untuk melindungi hak masyarakat terkait pemberitaan, yakni Hak Jawab dan Hak Koreksi.
1. Hak Jawab memberikan kesempatan bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk memberikan tanggapan atau sanggahan, sehingga informasi yang merugikan nama baik atau reputasi dapat diluruskan.
2. Hak Koreksi memungkinkan masyarakat untuk memperbaiki informasi yang tidak akurat dalam pemberitaan. Media yang gagal menindaklanjuti koreksi ini dapat dikenai sanksi pidana dan denda, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers.
UU Pers juga memberikan perlindungan kepada wartawan yang bekerja sesuai ketentuan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8. Wartawan yang menjalankan tugas sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dilindungi dari sanksi pidana.
Namun, Dr. Herman mengingatkan bahwa perlindungan ini hanya berlaku bagi wartawan yang bekerja secara profesional. Jika melanggar kode etik atau keluar dari ranah jurnalistik, mereka tetap dapat dikenai hukuman.
Secara keseluruhan, UU Pers tidak hanya menjamin kebebasan pers, tetapi juga melindungi hak masyarakat melalui mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi.
Wartawan yang bekerja sesuai aturan juga mendapatkan perlindungan hukum, namun tetap harus menjunjung tinggi profesionalitas dan etika jurnalistik untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan hak publik.(reni)