Jombang, Jawa Timur – Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang diduga terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kabuh, Kabupaten Jombang. Kepala sekolah berinisial (B) diduga memanfaatkan jabatannya untuk memungut dana dari siswa/wali murid dengan alasan pembangunan masjid.
Laporan yang dihimpun menyebutkan, pungutan ini dibungkus dengan istilah “sumbangan sukarela,” berkisar antara Rp20.000 Rp30.000 hingga Rp50.000 per wali murid. Dengan jumlah siswa mencapai kurang lebih 500 orang, dana yang terkumpul diduga mencapai puluhan juta rupiah. Ironisnya, wali murid menegaskan tidak pernah ada kesepakatan tertulis atau persetujuan resmi terkait pungutan ini.
Dalih Sukarela yang Tidak Transparan
Seorang wali murid yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pungutan ini dilakukan saat pembagian rapor, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. “Kami diminta memberikan sumbangan dengan dalih sukarela
Lebih mengejutkan lagi, kepala sekolah berdalih bahwa pungutan tersebut telah mendapat persetujuan dari komite sekolah. Namun, saat media selaku kontrol sosial meminta bertemu ketua komite untuk memastikan kebenarannya, kepala sekolah justru mengelak dengan alasan “kasihan karena ketua komite sudah tua.” Fakta ini semakin diperkuat oleh pernyataan wali murid lain yang menyebutkan bahwa di sekolah tersebut tidak ada komite sekolah aktif.
Langgar Aturan dan Berpotensi Pidana
Dugaan pungli ini jelas melanggar aturan hukum yang berlaku. Sesuai Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemerasan, setiap orang yang memaksa pihak lain untuk memberikan sesuatu dengan cara intimidasi atau paksaan dapat dikenai pidana. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal 9 tahun.
Selain itu, berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan memanfaatkan jabatan atau wewenang untuk memperoleh keuntungan pribadi dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 20 tahun dan denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Pungutan ini juga bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menegaskan bahwa sumbangan harus bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan harus transparan. Jika terbukti bahwa sumbangan ini dilakukan dengan unsur paksaan, maka tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pungli.
Reaksi Masyarakat dan Tuntutan Transparansi
Kasus ini menuai kecaman luas dari masyarakat, wali murid, hingga aktivis pendidikan. Mereka mengecam tindakan kepala sekolah yang dianggap mencoreng dunia pendidikan dan membebani keluarga siswa.
“Kami merasa sangat keberatan. Jika memang ini untuk pembangunan masjid, seharusnya transparan.tapi seharusnya pembangunan sekolah Negeri sudah ditanggung oleh pemerintah tapi dengan hal ini masih ada pungutan.
lemahnya pengawasan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang. Mereka mendesak pemerintah daerah untuk segera turun tangan menyelidiki kasus ini dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti terlibat.
Langkah Hukum untuk Mengakhiri Pungli
Masyarakat yang dirugikan dapat melaporkan dugaan pungli ini ke Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri, atau Polres Jombang. Jika terbukti, kepala sekolah dan pihak terkait dapat dijerat dengan:
1. Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan
2. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
Pentingnya Reformasi dan Akuntabilitas
Kasus ini menjadi pelajaran penting akan perlunya reformasi di dunia pendidikan, terutama dalam pengelolaan dana. Kepala sekolah, sebagai pemimpin lembaga pendidikan, seharusnya menjadi teladan integritas dan transparansi. Namun, praktik seperti ini justru merusak kepercayaan masyarakat.
Pemerintah diminta segera mengambil langkah tegas untuk memastikan kasus ini tidak terulang. Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang harus bebas dari beban tambahan, apalagi yang melibatkan unsur penyelewengan.
Penutup
Kasus dugaan pungli di SMAN Kabuh harus diusut tuntas demi menjaga keadilan dan marwah dunia pendidikan. Masyarakat juga diimbau untuk terus aktif mengawasi dan melaporkan segala bentuk pelanggaran, sehingga dunia pendidikan bisa berjalan sesuai prinsip kejujuran, transparansi, dan integritas.: Khoirul 4.