JAKARTA – TargetNews.id Jumat 4 Juli 2025 – Dunia pers Indonesia kembali diwarnai oleh tindakan tidak etis dari pelaku industri media itu sendiri. Warsito, yang mengklaim diri sebagai Direktur Utama PT Berita Istana Negara, diduga menyebarkan opini menyesatkan yang berpotensi merusak kemerdekaan pers dengan menuding tiga media independen mitraadhyaksa.com, sergap86.id, dan cyberpolri.id sebagai “media bodong”, hanya karena belum mendaftarkan logo ke HAKI dan menggunakan PT Perorangan sebagai badan hukum.
Padahal, pernyataan Warsito 6justru menunjukkan kesalahan pemahaman hukum yang serius dan dapat dikategorikan sebagai upaya pembunuhan karakter terhadap media sah yang aktif menjalankan fungsi jurnalistik.
Media Bukan Produk Dagang, Warsito Keliru Fatal
Dalam artikel yang dipublikasikan melalui situs milik PT Berita Istana, Warsito menyatakan bahwa media massa wajib mendaftarkan logo dan nama medianya ke HAKI. Pernyataan ini jelas bertentangan dengan kerangka hukum nasional.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sama sekali tidak mewajibkan pendaftaran HAKI untuk mendirikan atau menjalankan media. Pendaftaran HAKI bersifat opsional, sebagai perlindungan merek jika digunakan dalam ranah komersial.
Dengan demikian, menyebut media sebagai “bodong” hanya karena belum mendaftarkan HAKI adalah tuduhan tidak berdasar, tidak sah secara hukum, dan berpotensi menyesatkan opini publik.
PT Perorangan Diakui Negara, Warsito Salah Kaprah
Klaim Warsito bahwa PT Perorangan tidak sah sebagai badan hukum media merupakan pendapat yang keliru dan tidak memiliki dasar hukum. Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diperkuat melalui PP Nomor 8 Tahun 2021, PT Perorangan adalah bentuk badan hukum yang sah di Indonesia.
Lebih lanjut, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 9 ayat (2), menyebutkan bahwa syarat berdirinya media adalah berbadan hukum Indonesia, tanpa membatasi bentuknya baik PT biasa maupun PT Perorangan.
Warsito, yang mengaku sebagai praktisi pers, justru memelintir fakta hukum yang telah terang diatur dalam perundang-undangan. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini murni kesalahan pemahaman hukum atau justru manuver sadar untuk menyerang media pesaing?
Inkonsistensi Logis: Omong Kosong Tak Berdasar Yuridis
Ironisnya, dalam pernyataannya, Warsito mengakui bahwa tidak ada kewajiban bagi media untuk mendaftar ke Dewan Pers dan hal ini memang benar secara hukum. Namun di sisi lain, ia justru memaksakan syarat pendaftaran HAKI dan bentuk PT tertentu, yang tidak diatur dalam UU Pers maupun regulasi pendirian media.
Jika pendaftaran ke Dewan Pers saja tidak diwajibkan, mengapa malah memaksakan standar hukum fiktif yang tidak diatur dalam regulasi mana pun?
Inkonsistensi ini mencerminkan bahwa Warsito bukan sedang memberi edukasi hukum, tetapi membangun narasi sesat yang tendensius dan merugikan.
Tendensi Politis dan Indikasi Monopoli Kebenaran
Tulisan Warsito tidak mencerminkan upaya edukasi hukum, melainkan lebih menyerupai serangan pribadi yang berbalut opini menyesatkan terhadap media yang tak tunduk pada kepentingan tertentu. Tuduhan bahwa media independen tersebut adalah “bodong” tanpa dasar hukum yang sah dapat masuk dalam kategori pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP dan UU ITE.
Lebih dari itu, apa yang dilakukan Warsito berpotensi menciptakan monopoli narasi hukum, di mana standar legalitas pers dipaksakan dari sudut pandang subjektif dan sepihak.
Seruan Bersama: Lawan Opini Sesat, Tegakkan Kemerdekaan Pers
Tiga media yang diserang Warsito mitraadhyaksa.com, sergap86.id, dan cyberpolri.id secara nyata menjalankan tugas jurnalistik dengan memberitakan isu sosial, hukum, dan pelayanan publik. Menuduh mereka sebagai “bodong” hanya karena tidak sesuai tafsir pribadi seseorang merupakan tindakan semena-mena yang mencederai prinsip-prinsip kemerdekaan pers dan demokrasi.
Kami menyerukan kepada seluruh insan pers, komunitas hukum, serta masyarakat luas untuk melawan segala bentuk propaganda hukum yang sesat dan menyesatkan. Jangan biarkan dunia jurnalistik dijadikan ajang saling menjatuhkan oleh pihak yang tidak memahami, atau sengaja mengaburkan, batas antara opini dan hukum.
CATATAN HUKUM:
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 9 ayat (2): Media hanya diwajibkan berbadan hukum Indonesia tanpa menyebut bentuk badan hukum tertentu.
PP No. 8 Tahun 2021: PT Perorangan adalah bentuk badan hukum yang sah menurut negara.
UU Hak Cipta & UU Merek: Pendaftaran HAKI bersifat opsional, bukan syarat pendirian atau legalitas media.
Pasal 310 KUHP & UU ITE: Menyebarkan tuduhan tanpa dasar hukum yang merugikan reputasi institusi lain dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dan dikenakan sanksi pidana.(Antok)