Generasi Muda dan Bahaya Ancaman Tunasastra Oleh: Atmo Tan Sidik (Penulis Antologi Puisi “Kentong Titir untuk Indonesia
Negara kita sedang tidak baik-baik saja setiap saat. Sinyalemen itu bukan hanya disampaikan oleh selevel ketua RT,
tapi presiden dalam berbagai pertemuan kenegaraan memberikan penegasan. Penulis menjadi teringat apa yang dikatakan oleh John F. Kennedy Presiden Amerika Serikat ke-35 sejak 1961-1963, yang mengatakan “Ketika politik kotor, sastra yang membersihkan.”
Dengan dasar pemikiran bahwa bacaan bagi generasi muda sangat mempengaruhi cara berpikir, merasa, dan bertindak, maka dalam kerangka pembinaan karakter generasi muda yang cerdas,
profesional, dialogis, serta memiliki moralitas tinggi berupa akhlakul karimah, idealnya kurikulum pendidikan di sekolah pada lini atau level manapun menyediakan cukup referensi yang diminati generasi muda.
Sebuah ide yang cukup kontekstual ketika SMA Negeri 3 Brebes bermaksud menyelenggarakan kegiatan bertema “Literasi Naik Lewat Karya Sastra yang Ciamik”.
Menghadirkan Ubaidillah, tokoh pemeran utama film Turah, penulis cerpen Senja Memerah di Atas Perahu Sopek yang juga bersama H. Yono Daryono menulis novel “Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong”.
Menurut ketua panitia Abdul Ghofur, S.Kom, kegiatan bedah buku novel tersebut diselenggarakan pada hari Rabu Pahing, 15 Mei 2024, mulai pukul 09.00, bertempat di aula SMA Negeri 3 Brebes Jalan MT. Haryono No. 78 Kabupaten Brebes.
Kegiatan itu akan diikuti sekitar 80-100 siswa dan para guru. Kegiatan itu dimaksudkan untuk dapat meningkatkan apresiasi di bidang literasi sastra dan budaya. Hal itu merupakan kegiatan literasi pertama yang ada di SMA Negeri 3
Brebes sebagai kegiatan Perpustakaan Smaga HEBAT (Hijau, Edukatif, Bersih, Asri, Tertib) dari segi sumber daya alam, serta HEBAT (Handal, Energik, Berkarakter, Amanah, Teladan) dari segi sumber daya manusia, serta YES (Yakin Esok Sukses).
Untuk mendapatkan informasi mengenai relevansi mengambil judul novel “Kutil” yang dibedah, penulis telah mewawancarai tokoh masyarakat Kabupaten Brebes yang telah membaca karya tersebut. Abdul Haris Asyaad yang lebih kondang dengan panggilan “Mas Hada”
mengapresiasi kandungan buku bernuansa sastra sehingga dalam menceritakan Peristiwa Tiga Daerah terkesan cair dan tidak menjemukan. Suami dari Dra. Beta Afina,
guru bahasa Perancis alumni Universitas Negeri Yogyakarta lebih lanjut menguraikan bahwa Peristiwa Tiga Daerah yang latar tempatnya Tegal-Pemalang-Brebes, tidak cukup dikenal oleh generasi muda.
Dengan cara seperti itu, Mas Hada yang juga Ketua KONI Kabupaten Brebes berharap, generasi muda mengenali secara detail sebab-sebab terjadinya Peristiwa Tiga Daerah.
“Siapakah tokoh Kutil yang bernama asli Sakhyani? Si tukang cukur yang memiliki kemampuan menggerakkan beberapa tokoh tiga daerah. Dia memiliki pengalaman sebagai guru ngaji dan berguru kepada tokoh K.H. Abu Sudjai dan K.H. Muchlas. Serta,
memiliki guru silat yang bernama Makdum. Biarlah hal ini melalui narasi yang tersedia dalam novel Kutil. Generasi muda, para siswa SMA Negeri 3 Brebes mencerna isi kandungan makna yang terdapat di dalamnya.” Sebagaimana endorsement Prof. Dr. Anton E. Lucas:
“Roman sejarah ini menghidupkan sejarah Indonesia untuk kalangan pembaca yang luas, terutama episode drama revolusi sosial Oktober ’45 sekaligus Reformasi ’98. Dengan akurasi sejarah dan dialog yang hidup, membuat tindakan maupun motivasi tokohnya dapat dihayati oleh pembaca modern. Sebuah roman sejarah yang akan sangat bermakna buat generasi yang akan datang.”
Semoga, kegiatan bedah buku yang akan dimoderatori oleh guru bahasa Indonesia Zuniar Kain Nedi, akan berlangsung lancar, ramah, penuh senyuman. Lebih dari itu,
dapat menumbuhkan semangat baca yang baik. Sebab, selama ini kita menyadari bahwa tingkat literasi sastra siswa dalam kondisi yang memprihatinkan dan hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak untuk tidak sekadar memprihatini, tanpa menindaklanjuti kedataran aksi.
Sebagaimana sinyalemen Ketua Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan Dr. Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, yang telah menerbitkan buku berjudul Darurat Literasi Indonesia: Urgensi Reformulasi Sinergi dan Kolaborasi.
Beliau memberikan pengantar penulis yang menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan 74 dari 79 negara atau peringkat ke-6 dari bawah dalam kemampuan membaca. Siswa Indonesia berada pada skor 371,
sementara rata-rata skor negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) adalah 487. Pada survei yang sama tahun 2022, peringkat Indonesia menjadi 70 dari 80 negara, tetapi skor membaca justru mengalami penurunan menjadi 359.
Diharapkan, kegiatan bedah buku ini akan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk menghindari bahaya tunasastra. Di tengah gelagat Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja, generasi muda adalah pewaris dan penerus sah republik ini yang mensyaratkan literasi sebagai pemertahanan bangsa.
Sehingga, dapat terwujud masyarakat yang dalam bahasa para kamituwa dari Kabupaten Brebes: masyarakat sing golong pikirane,
wareg mangane, semanak lan santun tingkah polahe. Seimbang apa yang mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan, “Mangape telak pada karo tumindakeng tungkak.”
Perilaku indah seperti itu hanya dimungkinkan oleh generasi muda yang cukup cakap membaca tanda-tanda zaman. Fauzi
