Upaya Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dinperwaskim) Kabupaten Brebes untuk menurunkan stunting dengan meningkatkan ketersediaan jamban sehat. Dengan tersedianya jamban sehat bisa meningkatkan kualitas hidup bersih di lingkungan tempat tinggal keluarga beresiko stunting.
Demikian disampaikan Kepala Dinperwaskim Sutrisno saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (3/2/2023).
Pembiayaan di dukung dari APBD dan APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Pembangunan jamban sehat yang bersumber dari APBD tersebar di 24 Desa dengan total pembangunan 572 unit. Jamban Sehat yang dibangun adalah Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S).
Desa-desa yang mendapat SPALD-S adalah Cinanas, Pangebatan, Pengarasan, Waru, Cipelem, Rancawuluh, Luwungragi, Pakijangan, Kluwut, Dukuhturi, Ketanggungan, Bulakelor, Pamulihan, Kamal, Rengaspendawa, Wlahar, Jatisawit, Prapag Kidul, Negla, Karangdempel, Limbangan, Sitanggal, dan Sarireja.
Sedangkan pembangunan jamban sehat dengan pembiayaan APBN melalui DAK dibangunkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpadu (SPALD-T) sebanyak 3 unit di 2 kecamatan. Untuk SPALD-T, desa penerima tersebut adalah Laren, Wanatirta, Kalierang.
SPALD-T sebanyak 468 unit yang tersebar di 9 Desa. Desa-desa tersebut adalah Bangbayang, Pagojengan, Rajawetan, Dukuhtengah, Sindangjaya, Kubangpari, Pende, Ciampel, dan Dukuhlo.
“Sebagai komitmen kuat untuk percepatan penurunan stunting, Dinperwaskim menganggarkan pembangunan jamban sehat lewat APBD,” tutur Sutrisno.
Jamban sebanyak 250 unit itu dialokasikan ke Desa Randusanga Kulon, Kebogadung, Dukuhmaja, Jipang, Salem, Paguyangan, Dukuhturi, Negarayu, Kedungbokor, Cikandang, Manggis, Banjarharjo, Baros, Bojongsari, Tegongan, Tegalgandu, Siwungkuk, Jagalempeni, Tanjungsari, Pebatan, Sawojajar, Lengkong dan Petunjungan.
Sutrisno menjelaskan, dari total 250 Jamban tersebut, dibangun dengan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S). Dengan pembangunan jamban sehat untuk keluarga beresiko stunting diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan keluarga beresiko stunting.
Pemerintah Republik Indonesia mempunyai cita-cita mewujudkan anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia. Agar dapat tumbuh menjadi generasi yang handal, anak-anak yang terlahir dan tumbuh harus dalam keadaan berkecukupan gizi. Apabila anak terlahir dan tumbuh dalam situasi kekurangan gizi kronis, mereka akan menjadi anak yang kerdil atau stunting.
Intervensi gizi spesifik telah terbukti dapat mengurangi stunting sebesar 30% dari prevalensi di dunia yaitu intervensi melalui suplemtasi dan fortifikasi, mendukung pemberian ASI ekslusif, penyuluhan tentang pola makan anak, pengobatan untuk kekurangan gizi akut dan pengobatan infeksi.
“Sedangkan Intervensi gizi sensitif idealnya dilaksanakan melalui koordinasi dengan sektor luar kesehatan seperti ketahanan pangan, sanitasi dan lingkungan, sosial, dan sebagainya,” tandasnya. (Wasdiun)