Surabaya – TargetNews.ID Effendi Pudjihartono, pemilik restoran Sangria by Pianoza dituntut 2 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Siska Christina. Kamis (13/3) di ruang sidang Kartika 2 PN Surabaya.
Setelah JPU membacakan tuntutan, Majelis Hakim menetapkan untuk mengabulkan penangguhan penahanan, sehingga terdakwa bisa ‘bebas’ (keluar) dari Rutan Kelas 1A Surabaya (Rutan Medaeng).
JPU Sisca Christina meminta ijin agar bisa membacakan “hanya” Amar tuntutan saja, tidak perlu membacakan secara lengkap.
Hakim ketua, I Gede Dewa mengatakan bahwa seharusnya keputusan dibacakan secara lengkap agar memenuhi hak kedua belah pihak, namun Hakim ketua menyerahkan pada kesepakatan antara JPU Dan Penasehat Hukum (PH) terdakwa, dan akhirnya disetujui JPU hanya membacakan Amar tuntutan saja.
Dalam tuntutan, JPU menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menanggapi tuntutan tersebut, tim PH terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya, yang dijadwalkan pada Senin, 17 Maret 2025 mendatang.
Usai sidang, menurut salah satu PH terdakwa, Nurdin S.H. uraian surat tuntutan ini tidak benar dan tidak lengkap, selain menguraikan fakta persidangan yang tidak sesuai dengan apa yang terungkap dalam persidangan, JPU juga tidak lengkap menguraikan unsur pasal yang dianggap terbukti, ‘menguntungkan diri sendiri atau orang lain.”
“Ini merupakan unsur kesalahan yang merupakan unsur pokok tindak pidana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP,” ujarnya.
“Untuk lebih lengkapnya nanti surat tuntutan JPU akan kami tanggapi dalam Nota Pembelaan secara detail dan kami akan menguraikan fakta persidangan ini secara keseluruhan,” ujarnya.
Penasehat hukum melanjutkan, bahwa agak heran dengan “keberanian” JPU dalam memberikan tuntutan, mengingat fakta dalam persidangan sudah terbuka bahwa dakwaan JPU tidak bisa dibuktikan secara meyakinkan, sesuai dengan penjelasan para Ahli Pidana, baik yang diajukan oleh JPU maupun penasehat hukum
“Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pembuktian Pidana 378, antara lain adanya Niat buruk atau Mensrea sejak awal, bisa dibuktikan kerugian yang secara nyata dialami, adanya rangkaian kata-kata bohong atau tipu muslihat atau bujuk rayu yang mendahului terjadi nya tindak pidana tersebut,” ujarnya.
“Dan yang terpenting adalah tidak ada “tahu sama tahu” antara yang menipu dan yang ditipu, kalau sudah saling mengetahui maka konsekwensi nya juga tahu sama tahu, tidak bisa disebut penipuan,” lanjutnya.
Secara spesifik, PH Terdakwa Memuji ketegasan majelis Hakim, sehingga kliennya tidak perlu mengalami penderitaan yang seharus nya tidak perlu dialami. Mengingat terdakwa pernah terjatuh sesuai sidang karena tensi nya naik sampai 212/112.
Terdakwa Effendi Pudjihartono juga menyampaikan ke media terkait keberatannya terhadap tuntutan JPU.
Ia menilai bahwa tuntutan tersebut tidak masuk logika nya, karena dari semua kesaksian saksi yang di tampilkan dalam persidangan oleh JPU, tidak satupun yang bisa membuktikan dakwaan JPU.
“Pasal yang dipakai untuk menuntut adalah pasal alternatif yakni pasal 378. Pada saat tandatangan perjanjian pengelolaan tidak menerima satu sen pun uang dari Ellen, malah Ellen menikmati fasilitas bangunan yang saya bangun menghabiskan uang Rp 10 miliar lebih, malah dituntut menipu, ga masuk nalar,” terangnya.
“Uang yang ditransfer ke rekening Rp 330 juta itu uang profit sharing, yang bahkan semestinya kurang Rp 180 juta kalau dihitung dari masa waktu dia mengelola restoran. Semua tertuang dalam perjanjian. Mana ada unsur nipunya?,” tanyanya.
“MOU jelas pemanfaatan aset 45 tahun, 2017 hingga 2047. Periodesasi 5 tahun, Ellen sudah tahu itu semua, sudah tahu konsekuensinya, MOU dan SPK dicantumkan ke perjanjian pengelolaan. Jika dia ga baca atau ga ngerti mestinya tanya dan tidak tandatangan perjanjian,” terangnya.
“Karena saya sudah minta pembatalan penandatangan perjanjian karena dianggap dari awal Ellen Sulistyo sudah tidak bisa konsekwen dengan komitmen nya. Dan ini juga terungkap dari sidang atas saksi pelapor Ellen Sulistyo dan saksi Notaris Ferry Gunawan,” ujarnya.
“Bahkan Ferry Gunawan juga menyampaikan bahwa selain sudah ada beberapa renvoi atas permintaan Ellen Sulistyo, pasca perjanjian pun Ellen juga minta 2 sampai dengan 3 kali addendum, namun tidak sekalipun mempermasalahkan perjanjian pemanfaatan asset dengan Kodam V/Brawijaya,” terangnya.
“Ellen selama mengelola mendapat omset sekitar Rp 3 miliar, dan uang omset itu masuk ke rekeningnya di Bank Mandiri, tanpa pernah adanya audit. bangunan saya dipakai dia, uang omset masuk ke dia, katanya ada renovasi dan pembukaan resto saya juga ga nikmati, saya malah dilaporkan dan dipenjara, apa ga namanya ini kriminalisasi ?,” ujar terdakwa.
Sementara itu dengan keputusan Majelis Hakim untuk mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa terhitung sejak tanggal 13 Maret 2025, hal ini sangat diapresiasi oleh terdakwa.
“Adagium Hukum yang berbunyi “In DUBIO, pro Reo” artinya apabila ada keraguan, seharusnya keadilan harus berpihak pada terdakwa, kepastian hukum tidak bisa mengalahkan hak asasi manusi,” ujarnya.
“Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang benar (Blackstone’s ratio). Dalam Hal ini keputusan Hakim sudah memenuhi unsur keadilan,” katanya.
Perlu diketahui, kasus ini bermula dari perjanjian pengelolaan restoran Sangria by Pianoza yang ditandatangani di hadapan Notaris Ferry Gunawan pada 27 Juli 2022. Perjanjian tersebut melibatkan terdakwa selaku pemilik restoran dan Ellen Sulistyo sebagai pihak pengelola.
Dalam dakwaannya, JPU menuduh terdakwa telah dengan sengaja menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Keterangan palsu ini berkaitan dengan hak pemanfaatan lahan dan bangunan aset milik TNI AD di Surabaya.
Terdakwa mengklaim memiliki hak pengelolaan selama 30 tahun, padahal hak tersebut diperoleh melalui perjanjian sewa yang memiliki periodesasi 5 tahunan dan perlu diperpanjang setiap periodenya. Selain itu, terdakwa juga mengaku sebagai Direktur CV. Kraton Resto, padahal posisinya adalah Komisaris.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Ellen Sulistyo telah mengeluarkan biaya renovasi dan operasional sebesar Rp 998.244.418. Rinciannya adalah uang yang ditransfer kepada terdakwa sebesar Rp 330.000.000, biaya renovasi sebesar Rp 353.373.900, dan biaya pembukaan restoran sebesar Rp 314.870.518.
Namun, pada 12 Mei 2023, restoran Sangria by Pianoza ditutup oleh pihak Kodam V/Brawijaya. Penutupan ini didasarkan pada surat dari Pangdam V/Brawijaya Nomor: B/946/V/2023 yang menyatakan bahwa alasan penutupan tsb adalah karena belum dibayarkan nya PNBP.
Namun dari jalannya persidangan, nampaknya JPU “tidak bisa” membuktikan dakwaan premier, sehingga pasal 266 KHUP harus di “gugurkan” dan pasal 378 KHUP dipakai dalam memberikan tuntutan pada kasus ini. @red