Banyuwangi | Ketua DPC FRN Banyuwangi Agus Samiaji mengecam keras tindakan intervensi petugas kepolisian terhadap jurnalis saat melakukan peliputan saat di lapangan.
Agus Samiaji, mengatakan segala upaya intervensi bisa dianggap menghambat kinerja jurnalis.
Ia menjelaskan, sudah ada ketentuan bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Padahal jurnalis akan melaporkan fakta yang terjadi di lapangan dan semestinya tidak boleh diintervensi ketika melakukan proses liputan ataupun kerja-kerja jurnalis,” ujar Agus, Selasa (20/06)
Menurut Agus, peristiwa ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia pers di Indonesia. “Seorang jurnalis adalah profesi yang bebas dan tidak boleh diintervensi. Apalagi, ada dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan. Hal ini sangat memalukan,” tegas Agus.
Agus, memberikan tanggapan keras terhadap dugaan intervensi yang dilakukan oleh oknum kepolisian terhadap wartawan di lapangan.
Samiaji menegaskan bahwa pelaku harus diproses sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, Apabila dugaan tersebut terbukti.
Agus Samiaji menyayangkan tindakan brutal tersebut yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Dalam menegakkan hukum, tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum,” tegasnya.
Agus Samiaji meminta kepada Kapolda Jatim Irjen. Pol. Dr. Toni Harmanto, MH., untuk mengatasi serius kasus yang mencoreng citra kepolisian.
“Kapolda Jatim harus memberikan perhatian serius terhadap anggotanya. Kami dari Fast Respon Nusantara Counter Polri siap turun tangan jika penyelesaian hukum terhadap wartawan kami tidak diproses,” tegasnya.
Sebelumnya dilaporkan bahwa tiga wartawan yang sedang meliput kejadian diduga menjadi korban intervensi oleh aparat kepolisian.
Mereka adalah Irqam, jurnalis Suara Indonesia, Dziky, jurnalis JTV, dan Khoirul Huda, wartawan Ngopibareng.
Tidak hanya itu, ketiga jurnalis yang telah memiliki sertifikasi profesional juga mengalami trauma akibat kekerasan verbal dan fisik yang diduga dilakukan oleh oknum aparat kepolisian.