Sampang TargetNews.id – Dugaan praktik monopoli dan manipulasi dalam pengadaan barang dan jasa kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sampang, Rabu (30/7/2025).
Sejumlah penyedia barang untuk puskesmas dan rumah sakit mengaku tidak dapat dipilih (diklik) dalam sistem e-katalog nasional, meski telah memenuhi semua persyaratan teknis dan administratif. Penyebabnya diduga karena tidak mendapat “restu” dari satu pihak: Kepala Bidang Barang dan Jasa (Barjas) Sampang, Samsul.
“Kami sudah masuk e-katalog, harga sesuai, spesifikasi juga sesuai. Tapi tetap tidak bisa diklik oleh pihak puskesmas atau rumah sakit karena, katanya, harus menunggu instruksi dari Barjas,” ujar salah satu perwakilan penyedia kepada media, Selasa (22/7).
Dugaan ini menunjukkan bahwa Kabid Barjas tidak hanya melampaui kewenangannya, tapi juga mengintervensi proses pengadaan yang semestinya dijalankan secara objektif dan mandiri oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di masing-masing instansi teknis.
Padahal, dalam aturan sistem e-katalog, pemilihan penyedia adalah hak penuh dari PPK di unit kerja pengguna, bukan pihak lain apalagi lembaga pengelola administrasi seperti Barjas.
Namun di Sampang, proses itu diduga dikendalikan secara terselubung oleh Barjas. Vendor yang tidak “disetujui” disebut-sebut otomatis tidak bisa diklik, meski telah sesuai secara legal dan teknis.
Lebih mencurigakan lagi, saat awak media mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kabid Barjas Samsul, nomor WhatsApp wartawan justru diblokir.
“Ini mencerminkan sikap tertutup dan cenderung menghindar dari kontrol publik. Jelas janggal untuk seorang pejabat,” tegas Koordinator Roemah Joeang, Hoiri.
Senada dengan itu, Haji Suja’i—tokoh masyarakat dan anggota tim Roemah Joeang—menyebut praktik ini sebagai bentuk perampasan hak publik atas pengelolaan anggaran secara adil dan bermoral.
“Kalau benar pengendalian ini dilakukan sistematis, ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi kejahatan moral. Rakyat Sampang jangan sampai hanya kebagian remah dari permainan vendor-vendor titipan,” tandasnya.
Hariansyah dari Roemah Joeang menambahkan, praktik semacam ini bisa mengarah pada kolonialisasi pengadaan oleh segelintir elit birokrasi.
“Kalau vendor dikendalikan, transparansi mati. Dan kalau transparansi mati, korupsi pasti hidup,” ujarnya lugas.
Jika dugaan ini benar terjadi secara menyeluruh di fasilitas kesehatan, maka ini tak lagi sekadar pelanggaran administratif—melainkan bentuk abuse of power yang bisa mengarah ke tindak pidana korupsi model baru: pengaturan vendor secara sistematis.
Berbagai pihak kini mendesak Bupati Sampang, Inspektorat Daerah, dan aparat penegak hukum untuk segera mengaudit dan mengusut seluruh pengadaan di sektor kesehatan yang diduga dikendalikan oleh Barjas.
“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi bom waktu. Anggaran triliunan rupiah untuk kesehatan rawan dijadikan bancakan elit pengadaan,” ujar Choy, aktivis Roemah Joeang.
Rakyat Sampang butuh pengadaan yang bersih dan transparan—bukan sistem yang diatur di belakang layar oleh oknum. Jika benar Kabid Barjas terlibat, publik berhak tahu: siapa yang sengaja ditutup aksesnya, dan siapa yang terus diklik.(Red)