KOTA BATU, Targetnews.id – Kenaikan pajak hiburan sifatnya mandiri yang sedang diperdebatkan oleh para pengusaha hiburan dewasa ini. Rencana kenaikan pajak hiburan itu dirasa sangat mengagetkan para pengusaha hiburan, seperti tempat Karaoke, Diskotik, Bar, Spa yang usahanya mandiri atau terpisah dari hotel. Pada jenis empat bidang usaha itu, berdampak positif dan negatif. Disebabkan jika sebelumnya pajak hiburan hanya 25%, tapi masuk tahun 2024 dinaikan menjadi 40%.
Laju kenaikan pajak itu sendiri, ada dampak positif dan negatifnya, dampak negatifnya ketika pajak hiburan seperti Karaoke, Diskotik, Spa,Bar, yang sifatnya mandir atau terpisah dengan hotel yang awal pajaknya dari 25% mengalami kenaikan sampai 40% di tahun 2024 ini bisa berdampak para pengusaha itu mengalami kelimpungan mencari solusi,”kata Dirut PT. Selecta Batu Jum’at (9/2/24).
Ditambahkan Sujud Hariadi, informasi kenaikan pajak hiburan yang sifatnya tidak satu paket dgn hotelnya, yang sudah disampaikan oleh DPR diteruskan oleh Kantor Pajak Pusat beberapa minggu kemarin. Dengan persoalan kenaikan pajak hiburan tersebut,menuai banyak protes dan keberatan pada seluruh pengusaha hiburan khususnya. Akhirnya dari keputusan tersebut dilakukan peninjauan kembali dengan istilah Judicial review.
“Judicial review merupakan pengujian yang dilakukan melalui lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma yang mencakup pengujian pada materi berdasarkan Undang-Undang. Karena pembentukan Undang-undang (uji formil) maka persoalan keputusan terkait kenaikan pajak tersebut masih dalam ranah uji formil atau persamaannya di Judicial review pada Mahkamah Konstitusi (MK),”ungkap ketua PHRI Batu.
Disebutkan, dalam kenaikan pajak hiburan, karaoke, diskotik,spa, bar yang melekat dengan satu hotel di dalam PHRI itu sendiri tidak ada pengaruhnya. Karena seperti pajak hotel, gueshose,villa itu dulu pajaknya dari 5% akan tetapi sudah mengalami kenaikan biaya pajaknya menjadi 10% sampai saat ini. Sedangkan juga di sektor pajak parkir yang menempel di hotel dan tempat wisata uang dulu pajaknya 20% pada saat ini sudah turun menjadi 10%.
“Kemungkinan dari dorongan juga usulan pengusaha yang bernama Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) akan mendapatkan kebijakan dari pemerintah. Dasarnya jenis usaha Spa tersebut, merupakan pelayanan atau sajian pada publik bidang jasa medis kesehatan seperti yang ada di rumah sakit. Maka bisnis atau usaha Spa itu harusnya ada semacam kebijakan khusus terkait besaran nilai pajak yang harus dibayarkan pada pemerintah,”terang Sujud Hariadi.
Karena mengacu pada penerbitan Undang -Undang tersebut muncul pada tahun 2022 yang menjelaskan Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD) antara Pemerintah pusat dan daerah harus menyesuaikan atau bisa menentukan sendiri di masing-masing Kabupaten dan Kota.
Pada UU No.1 tahun 2022 menyebutkan bahwa semua daerah bisa membuat besarnya pajak masing-masing.
Jadi semua pajak barang maksimal besarnya dikenakan 10%. Hal itu tergantung keputusan dari Pemerintah daerah masing-masing. Disinggung pula sebenarnya kota Batu ini pajaknya katagori masuk tingkat rendah sebagai kota wisata pajaknya hanya 40%,”singkatnya.
Harapanya semoga jenis usaha baik perhotelan,restoran, tempat wisata dan lainya, yang masih di ranah Mahkamah Konstitusi (MK) semoga ada keputusan dari Pemerintah yang bisa berpihak pada para seluruh jasa hiburan menemukan formasi yang tepat dan tepat. Agar berorientasi laju pertumbuhan perekonomian di Indonesia makin kokoh, demi kesejahteraan masyarakat secara luas.
Pewarta : (Wanto)