Sidoarjo,TargetNews ID – Sungguh miris nasib yang menimpa Dawam Sholihudin warga desa Karangpuri, memiliki surat-surat kepemilikan tanah resmi, namun terancam terusir dari rumahnya sendiri hanya dengan selembar surat foto kopi.
Hal ini di jelaskan oleh Dawam warga Desa Karangpuri,Kecamatan Wonoayu,Kabupaten Sidoarjo, saat ditemui awak media dari kasatmata.id, pada 16 Agustus 2025.
“Dimana saya bisa mendapatkan keadilan untuk keluarga saya setelah dari kecil saya tumbuh dibesarkan ibu saya di rumah itu sekarang hanya karena surat hibah (foto kopi), saya dengan anak istri saya hendak di usir oleh orang yang bahkan tidak ada hubungan darah dengan keluarga,”ucap Dawam sedih.
Diceritakan, bahwa Dawam yang memiliki petok D dan IJB dari rumah yang ditinggalinya, justru di gugat oleh tetangga sendiri yang bernama Sulistwatin dan Nur Hanafi, setelah meninggalnya sang ibu (Nur Ulfah almarhumah) tahun 2017 ke Pengadilan Negeri hingga dilimpahkan ke Pengadilan Agama.
“Saya tidak pernah tahu kalau ibu dulu pernah membuat surat hibah itu, karena waktu itu saya masih SMP dan ibu dulu kerja di Arab Saudi. Namun setelah ibu meninggal dunia beberapa waktu kemudian datanglah keluarga pak Sugeng dan Komsatun (masih bertetangga) dengan membawa foto kopi surat hibah itu mengatakan bahwa kedua anak mereka mempunyai hak yang sama atas rumah yang saya tempati dan mereka memaksa meminta haknya, hingga digugat ke Pengadilan,”jelas Dawam di dampingi istri.{Bukti-bukti surat kepemilikan rumah atas nama Dawam Solikhudin}.
“Saya di gugat di PN tahun 2022 (ada surat putusan), gugat di PA tahun 2022 dinyatakan kalah (putusan tidak saya ambil), di 2025 digugat kembali di PA (Putusan di ferstek karena saya tidak hadir),” tambahnya.
Setelah dari segala perjuangannya bertahun-tahun alhasil diputuskan Dawam wajib membagi tiga bagian dari rumah yang dimilikinya kepada kedua anak Sugeng dan Komsatun.
“Saya heran mengapa surat-surat rumah saya ini asli semua dan semua warga mengetahui saya dari kecil tinggal di rumah ini, sedangkan mereka hanya berdasarkan foto kopi surat hibah yang belum jelas keabsahannya bahkan mereka tidak bisa memunjukkan surat aslinya, lalu mengapa justru saya sekarang yang mau di seksekusi dari rumah saya sendiri…??. Ada apa dengan Pengadilan….??” teriaknya.
“Bahkan para saksi baik dari warga dan kepala desa pun sudah menjelaskan kesaksiannya terkait kepemilikan dan kebenaran ceritanya saat awal mediasi hingga di Pengadilan, tapi justru hasilnya seperti ini. Kemana saya harus meminta keadilan….???. Bahkan sampai saya terkesan dipaksa menjual rumah dengan harga yang tidak wajar dengan harga cuma 300 juta rupiah kemudian dibagi 3. Ini gak adil buat saya…,”imbuh Dawam dengan raut muka sedih.
Asdaudin selaku Pamong dari desa Karangpuri (saksi yang tertera pada foto kopi surat hibah) saat ditemui awak media di kediamananya, membenarkan jika dirinya telah membubuhkan tanda tangan sebagai satu satunya saksi dalam sebuah surat hibah antara almarhuma Nur Ulfah kepada satu anak dari Nur Ulfah (Dawam Sholikhudin) dan dua anak Sugeng (Sulistwatin dan Nur Hanafi) pada tanggal 31 Desember 2000 serta tertanda di ketahui oleh Kepala desa waktu itu masih di jabat oleh Kastiani
“Saya memang jadi saksinya waktu itu, dan masalah itu sudah masuk di Pengadilan Negeri kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Agama dengan putusan rumah tersebut harus di bagi tiga, ya apa yang terjadi harusnya sesuai hasil dari Pengadilan harus dilaksanakan,”jelasnya.
Saat dikonfirmasi bagaimana bisa selembar foto kopi bisa mengalahkan surat-surat resmi kepemilikan sebuah rumah, pamong justru mengatakan, “wes ojok sulit-sulit opoo se, didum ae ojok angel-angel” (jangan dipersulit, segera dibagi saja jangan dipersulit) @red.
Dari apa yang disampaikan Asdaudin berbeda pula penyampaiannya yang terpantau dari sebuah rekaman vidio singkat dengan durasi 32 detik. Disitu Pamong terkesan lebih antusias menegaskan, “Silahkan jenengan membawa kemana saja, di mana saja, pokonya pihak Desa pedomannya surat ini (sambil menenteng foto kopi surat hibah).
Mengejutkan pula penyampaian dari mantan Kepala Desa Kastiani saat ditemui dikediamannya pada hari Kamis (21/08/2025) sore.
“Saya memang kenal baik dengan warga saya Nur Ulfah semasa hidupnya, saat itu beliau memang pamit mau kerja ke Arab saudi, tapi dia masih memikirian nasib anaknya (Dawam) akhirnya berembuk dengan saya untuk membagi rumahnya kepada dua anak Komsatun, dengan harapan Dawam bisa dirawat layaknya anak sendiri,”urai Kastiani.
“Namun kemudian dengan adanya kabar buruk yang menimpa Dawam yang tidak mendapatkan perlakuan baik, maka Nur Ulfah pulang, bahkan bercerita kepada saya sudah meminta surat hibah yang pernah diberikan kepada ibu kedua anak itu dan sudah diberikan ganti rugi juga tapi saya kurang paham berapa nilainya. Saya juga sempat mengingkatkan kepada Nur Ulfah untuk buat surat cabutnya sayangnya dia mengatakan sudah percaya saja Allah sudah tau. Nah sekarang tiba-tiba muncul gugatan bahkan sampai pengadilan itu kan aneh juga buat saya,” ungkapnya.
“Dulu saya juga bersaksi di Pengadilan Agama, saya ceritakan sesuai apa yang saya ketahui tanpa merubah apapun, karena memang rumah itu adalah hak dari anaknya Nur Ulfah sesuai dengan KSK dan akte lahirnya juga, bahkan pengacaranya Dawam saat itu mengatakan kepada saya ” tenang saja bu, kita menang”. La kok justru hasilnya begini, saya jadi bingung ada apa…??,”ujar mantan Kepala Desa.
Kastiani berharap ada pertolongan dan keadilan buat Dawam sesuai dengan Undang Undang, karena sesuai dengan adanya surat kepemilikan yang sah atas nama Dawam, dan pihak keluarga Sugeng sudah mendapatkan ganti ruginya.
Perlu diketahui, menurut Ketentuan Hukum Terkait, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): Pasal 1888 KUH Perdata menegaskan bahwa kekuatan pembuktian terletak pada akta aslinya.
Dan terkait akta hibah agar hibah memiliki kekuatan hukum, apalagi untuk benda seperti tanah, harus dibuat dengan akta notaris. Karena notaris akan mengeluarkan akta yang merupakan bukti sah.
Penting untuk diperhatikan, sebuah fotokopi saja tidak cukup sebagai bukti hukum yang sah jika tidak ada pengakuan dari pihak lawan atau tidak ada penunjukkan berkas asli serta saksi (saksi yang melihat dan mendengar secara langsung bukan saksi beli atau tembakan) yang menguatkan keabsahan dari foto kopi tersebut.{Tim}