Pada sesi debat calon Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu, 21 Januari 2024, Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD menyebutkan, banyak tambang ilegal dilindungi atau memiliki penjaga (backing) aparat dan pejabat.
Pernyataan Mahfud MD tersebut menanggapi pertanyaan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, terkait strateginya dalam mengatasi tambang ilegal.
Gibran berkata, strateginya untuk mengatasi tambang ilegal adalah dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) mereka. Padahal yang namanya tambang ilegal, pasti tak punya IUP.
Terkait jawaban Gibran itu, Mahfud menyebut pencabutan IUP tidak semudah diucapkan, karena pada praktiknya ada hambatan-hambatan eksternal. Salah satunya terkait banyak tambang ilegal dilindungi atau memiliki backing aparat dan pejabat.
“Pertambangan di Indonesia banyak sekali ilegal dan itu di-backing aparat dan pejabat. Itu masalahnya,” ujar Mahfud MD.
Yang disampaikan oleh Mahfud MD tentang dugaan adanya beking aparat terhadap penambangan tanpa dilengkapi perizinan sesuai Undang Undang Mineral dan Batu Bara, bisa ditinjau di lokasi tambang yang berada di wilayah Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten Tuban yang dikenal sebagai penghasil pasir silika ini menjadi “surga” bagi pelaku usaha tambang yang diduga tidak punya Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP). Disebut “surga”, karena mereka menjalankan usaha secara ilegal tanpa dilakukan penindakan oleh aparat penegak hukum. Bahkan, aparat seakan tutup mata dengan adanya penambangan tanpa IUP OP.
Salah satu dari sekian terduga pelaku berinisial St. St dikenal sebagai Raja Tambang diduga ilegal di Kabupaten Tuban. Dia bersama penambang lainnya menjalankan usaha pertambangan seluas puluhan hektar (ha) yang tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Tuban. Mulai wilayah Tambakboyo, Rengel, Soko, Grabakan, Bancar, Bulu, dan Montong. Jenis material yang ditambang berupa pasir silika, yang dikenal jadi bahan baku kaca.
Ironisnya, kegiatan tambang masuk dalam lahan Perhutani KPH Tuban. Kondisi tersebut sangat disayangkan oleh Ikwan. Pria yang aktif sebagai aktivis Lingkungan Hidup dari PPLH Mangkubumi Jawa Timur tersebut berkata, “Seharusnya aparat bertindak tegas untuk menertibkan para perusak lingkungan ini. Karena rusaknya alam kelak bisa membawa dampak bencana banjir, longsor dan kekeringan. Kami mendesak Polres Tuban agar berani menertibkan para penambang liar tersebut demi kelestarian lingkungan hidup.”
Dia menyebutkan, komplotan St ini mengeruk pasir silika tanpa memperhatikan kaidah penambangan. Untuk mengeruk itu, digunakan beberapa ekskavator.
Dalam keterangan salah satu nara sumber yang enggan disebut identitasnya, lahan yang dikeruk sudah turun termurun sejak era kemerdekaan. Dugaan sementara lancarnya galian ini ada bekingan sejumlah oknum aparat.
Sejumlah oknum aparat diduga dimodali St, nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
“Dengan harapan bisa mengamankan galian silica di Tuban,” ujarnya.
Tidak hanya oknum aparat, alokasi “atensi” juga mengarah ke pihak-pihak lain, dengan besaran Rp 1 juta hingga Rp 5 juta per bulan.
“Saya dapat Rp 5 juta dikasih kaki tangan pak Sant, agar berhenti mewartakan galiannya,” terang RY, salah satu yang menerima uang “atensi” dari St. Limbad