Batam – Aktivitas penyelundupan barang ilegal melalui pelabuhan tikus di Kampung Tua Telaga Punggur, Kota Batam, dilaporkan semakin tak terkendali, menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara akibat pengemplangan pajak. Desakan agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum bertindak tegas memberantas praktik ini kian menguat, mengingat dampaknya yang merugikan perekonomian nasional.
Pelabuhan tikus di Kampung Tua Telaga Punggur, yang merupakan jalur tidak resmi di sepanjang pesisir, telah menjadi pintu gerbang utama bagi masuk dan keluarnya berbagai jenis barang ilegal. Jenis barang yang dimuat pada malam hari pun beragam, seperti rokok, minuman beralkohol, sembako, hingga produk elektronik. Barang-barang ini kemudian diangkut menggunakan kapal-kapal kecil atau boat. Semua diselundupkan dengan bebas, menghindari kewajiban pajak dan bea masuk yang seharusnya diterima negara.
Aktifitas mereka secara terang-terangan mengoperasikan pemuatan barang ke kapal saat malam hari, memanfaatkan malam untuk menghindari pantauan aparat.
Modus operandi di malam hari ini menjadi indikasi kuat adanya jaringan terorganisir yang sengaja beroperasi di luar jam pengawasan. Sebagai pihak yang mengelola aktivitas ini menunjukkan bahwa penyelundupan bukan lagi sekadar kegiatan sporadis (ketidak beraturan), melainkan sebuah bisnis ilegal yang terstruktur (tersusun rapi) dengan pelaku yang memiliki kendali di lapangan.
Ini bukan lagi sekadar kasus kecil. Sudah seperti sarang penyelundupan. “Mereka beroperasi dengan sangat leluasa, hampir tanpa hambatan. Negara jelas rugi miliaran dari pajak yang tidak terpungut,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Melihat semakin maraknya praktik ilegal ini, masyarakat mendesak aparat penegak hukum (APH) dan Bea Cukai Batam untuk segera bertindak tegas terhadap pengelola pelabuhan tikus di Kampung Tua Telaga Punggur tersebut. Desakan ini muncul menyusul dugaan adanya pembiaran yang menyebabkan aktivitas pengemplangan pajak dan penyelundupan terus berlangsung.
“Kami berharap ada tindakan nyata dari APH dan Bea Cukai. Ini sudah sangat meresahkan. Bagaimana mungkin aktivitas ilegal di pelabuhan Kampung Tua Telaga Punggur itu bisa berjalan mulus di bawah hidung aparat penegak hukum dan BC kalau tidak adanya dugaan penyuapan?, ” ungkap salah seorang warga Batam.
Sementara itu, mengacu kepada Pasal 102 huruf (a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, disebutkan bahwa “Setiap orang yang mengangkut barang impor tidak tercantum dalam manifest dapat dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor.”
Ancaman pidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).
Dengan adanya dasar hukum yang kuat dan desakan dari masyarakat, kini publik menanti gebrakan nyata untuk membongkar jaringan penyelundupan di Kampung Tua Telaga Punggur, menghentikan kerugian negara, dan menegakkan supremasi hukum demi menjaga integritas ekonomi Batam sebagai “Bandar Dunia Madani”. (man)