KOTA BATU, TargetNews.id – Awal berdirinya Desa Torongrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu Jawa Timur,didasari dengan ditemukannya berupa artefak yang dikaitkan dengan hasil penelitian para ahli sejarah. Menurut tim penelusuran sejarah Kota Batu, keberadaan Desa Torongrejo sudah dikenal sejak jaman prasejarah.
Hal ini didasarkan pada temuan data arkeologis berupa Artefak Megalitik berjenis punden yang berada di dusun Tutup (Krajan) yang terkenal sebagai punden Watu Ganden Mbah Ganden (Tunggul Wulung). Dari segi bangunan punden berundak ini, hingga sekarang masih dipertahankan oleh warga sebagai pusat upacara desa,
khususnya ketika berlangsung acara bersih desa,”kata Kades Torongrejo Sugeng Santoro Widjoyo, Rabu, (31/1/24)
“Di lokasi yang berbeda, antara Desa Torongrejo dan Torongrejo, terdapat sejenis Lumpang Batu, yang masuk perbatasan antara Desa Beji dan Desa Torongrejo. Sedangkan warga setempat menamai sebagai Lumpang Kentheng.

Foto: Saksi Bisu Patung Arca Ganesha sebagai bukti Desa Torongrejo kota Batu merupakan wilayah penuh misteri dimasa peradapan Kerajaan Majapahit dan Singasari
Karena menurut ahli sejarah,”ucap Sugeng Santoso, Lumpang Batu digunakan sebagai alat pengupas biji-bijian dan padi. Tetapi, secara relegius digunakan sebagai perlengkapan upacara kesuburan tanah dan tanaman yang ada pada masa Hindu Budha sebagai upacara Dewi Sri,”terang Kades Sugeng Santoso.
Berdasarkan keterangan dalam sumber data prasasti di daerah lain, Lumpang Batu juga digunakan sebagai sarana perlengkapan upacara penetapan daerah Perdikan (Sima). Pada dasarnya acara tersebut dilakukan pemotongan leher ayam (menetek guluning ayam) dengan Lumpang Batu sebagai landasanya.
“Menurut sejarahnya, pada masa Hindu – Budha, Desa Torongrejo merupakan wilayah yang diperhitungkan. Karena sesuai sejarah yang dibuktikan. Seperti, ditemukannya patung Ganesha berukuran besar dan Ganesha kecil juga patung Lembu Jantan yang saat ini sudah hilang. Bukti lagi terdapat berserakannya batu bata merah bekas reruntuhan candi di daerah Dusun Klerek,”terang Kades Torongrejo.
Disebutkan, dalam kepercayaan Hindu Arca Ganesha, Lembu jantan, Lingga dan Yoni merupakan perwujudan Dewa Siwa. Dengan demikian daerah ini pernah menjadi tempat peribadatan Agama Hindu, yang pada waktu itu dianut oleh Bangsawan dan penduduk sekitarnya.
“Tetapi Agama Islam masuk ke Torongrejo diperkirakan pada abad Ke-18, dibawa oleh seorang tokoh agama yang bernama Mbah Aji Mustofa. Perjuangan Mbah Aji Mustofa dalam menyebarkan Islam pada saat itu sangat berat. Karena pada saat itu penduduk sekitar sangat fanatik dalam memeluk Agama lama yaitu Hindu,”papar Sugeng Santoso.
Sampai pada saat yang ditentukan oleh Allah, terjadi peristiwa besar yaitu kebakaran hebat yang memusnakan seluruh rumah yang ada di wilayah sekitar tempat tinggal Mbah Aji Mustofa . Pada waktu itu rumah masih terbuat dari kayu atau bambu yang beratapkan ilalang.
Atas izin Allah, rumah Mbah Aji Mustofa selamat dari kebakaran tersebut dan merupakan satu-satunya rumah yang tidak terbakar. Sejak saat itu Mbah Aji Mustofa mulai mendapat simpati dari warga, Beliau dianggap sebagai orang “linuwih (mungkin sakti)
Perlahan penduduk mulai memeluk agama Islam walaupun sekedar membaca syahadat. Demikian pengaruh Mbah Aji Mustofa mulai menyebar ke luar desa, sehingga beliau dipercaya sebagai pemimpin Agama di wilayah Torongrejo dan sekitarnya.
Peninggalan Mbah Aji Mustofa adalah berupa Al Qur’an kuno tulisan tangan yang sampai sekarang masih disimpan oleh salah satu keturunan beliau.
Berlanjut, dengan berdirinya Desa Torongrejo, maka sudah terbagi menjadi tiga dusun, pertama dusun Klerek mengambil dari nama sebuah pohon yang buahnya untuk bisa buat cuci pakaian. Dusun Tutup (Krajan) juga diambil dari nama pohon yang dulu banyak tumbuh di daerah ini.
“Sedangkan yang membuka dusun Tutup salah satu seorang prajurit Pangeran Diponegoro bernama Mbah Iro, beliau datang sekitar abad Ke-18 dan mendirikan Padepokan sebagai tempat sekaligus sebagai tempat murid mencari ilmu. Sehingga daerah ini dan sekitarnya sampai sekarang terkenal sebagai daerah Ndhempok (Padepokan),”urai Sugeng.
Untuk dusun Ngukir, diambil dari nama sebuah gunung yang berada di Desa Torongrejo, karena kebetulan letak dusun ini berada di lereng gunung tersebut. Pertama kali yang membuka dusun ini adalah Mbah Endek makamnya sampai sekarang dikeramatkan sebagai punden desa.
Menurut cerita, Sugeng Santoso, legenda nama Endek adalah perubahan nama dari Mbah Ndek keturunan dari Raja Singasari.
Sejarah adanya kepemimpinan Desa Torongrejo diawali pada Tahun 1835 – 1862 sebelum Masehi, orang pertama kali menjabat Kepala Desa Torongrejo adalah Mbah Iro. Sesampai berjalannya waktu hingga masa peradapan saat itu sudah berkali kali terjadi kepemimpinan Desa.
Hingga masuk era perubahan di Pemerintahan Indonesia, pada Tanggal 17 Juni 2013 – Tanggal 17 Juni 2019, Sugeng Santoso Widjoyo menjabat Kepala Desa Torongrejo hingga sampai dua periode saat ini singkatnya. Advetorial sejarah berdirinya Desa Torongrejo dirilist bersama ahli sejarah wilayah Batu.
Pewarta : (Wanto)