JAKARTA – TargetNews.id Kasus dugaan penyelundupan 5 ton ikan impor ilegal oleh PT OMU yang berhasil digagalkan Karantina Bandara Soekarno-Hatta kembali menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan perdagangan Indonesia. Pelanggaran berat ini tak hanya mengancam kedaulatan perikanan nasional, tetapi juga menjadi ancaman langsung bagi keberlangsungan nelayan dan pelaku usaha lokal yang terus berjuang menghadapi derasnya arus impor.
Pelanggaran Hukum yang Mencengangkan. Sebanyak 5 ton ikan diduga masuk tanpa izin impor dari Kementerian Perdagangan dan tanpa melalui prosedur karantina sebagaimana diatur dalam Pasal 86 dan 87 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Tak hanya itu, PT OMU juga diduga memanfaatkan dokumen palsu untuk mengelabui pengawasan di kawasan pabean, sebuah tindakan yang dapat dikenai ancaman pidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
Selain melanggar UU Karantina, pelanggaran ini juga menabrak Pasal 57 Undang-Undang Perdagangan, yang menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap persetujuan impor dapat dikenakan pidana hingga 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp3 miliar. Fakta bahwa barang tersebut tidak ditempatkan di kawasan berikat atau Pusat Logistik Berikat (PLB) semakin mempertegas bahwa ini adalah upaya penyelundupan yang terorganisir.
Celah Pengawasan yang Memprihatinkan
Kasus ini memicu pertanyaan mendalam tentang lemahnya pengawasan di kawasan pabean. Bagaimana mungkin barang ilegal sebesar 5 ton bisa mendekati pintu keluar tanpa terdeteksi? Nelayan lokal menilai, ada celah dalam sistem pengawasan yang dimanfaatkan oleh pelaku.
“Kalau pengawasan di bandara saja bisa seburuk ini, bagaimana dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang lebih sibuk? Ini bukan hanya soal impor ilegal, tapi soal kedaulatan ekonomi kita yang sedang dipertaruhkan,” ujar seorang nelayan di Muara Angke.
Nelayan Lokal Terancam
Masuknya ikan impor ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan ekosistem pasar lokal. Nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan lokal kini harus bersaing dengan produk impor yang masuk secara ilegal. Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI),
Di kutip Kompas.id Dani Setiawan, menegaskan bahwa pemerintah harus serius dalam menjaga ketahanan pangan dan swasembada sektor perikanan.
“Indonesia punya potensi besar dalam produksi perikanan, tapi kita terus kalah saing karena lemahnya pengawasan. Jika ini terus dibiarkan, nelayan lokal yang akan menjadi korban,” ujarnya.
Kebutuhan Pengawasan Post Border yang Lebih Ketat
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) di bawah Kementerian Perdagangan diharapkan dapat memperketat pengawasan post border untuk memastikan tata niaga impor berjalan sesuai aturan. Pelanggaran seperti ketidaksesuaian dokumen Laporan Surveyor (LS), ketiadaan izin impor, dan penyalahgunaan kebijakan pengawasan harus ditindak tegas.
Pengawasan berbasis risk management dan post audit yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 harus dimaksimalkan. Langkah ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga upaya nyata melindungi pasar lokal dari ancaman impor ilegal yang merugikan.
Tuntutan Kepada Pemerintah
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kini berada di bawah sorotan tajam untuk membuktikan keseriusannya dalam membangkitkan sektor kelautan dan perikanan. Kebijakan konkret yang mendukung nelayan lokal, meningkatkan daya saing produk perikanan, dan menekan dominasi ikan impor sangat dinantikan.
“Ini saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan pada nelayan. Jangan biarkan sektor perikanan yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan kita terganggu oleh praktik ilegal,” tegas Dani Setiawan.
Pesan Tegas: Stop Impor Ilegal, Lindungi Nelayan Lokal
Kasus ini adalah pengingat keras bahwa perlindungan terhadap produk lokal membutuhkan pengawasan ketat dan tindakan tegas di lapangan. Dengan ancaman pidana berat yang sudah diatur, diharapkan pelaku penyelundupan ikan ilegal seperti PT OMU mendapatkan hukuman maksimal agar menjadi efek jera.
“Produk lokal adalah kunci kedaulatan kita. Jika pemerintah tidak bertindak tegas, kita bukan hanya kehilangan pasar, tapi juga kehilangan masa depan sektor perikanan nasional,” pungkas seorang nelayan di Muara Angke.
Sampai berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Karantina Bandara Soekarno-Hatta terkait pengungkapan kasus dugaan impor ilegal 5 ton ikan milik PT OMU.(tim)