Surabaya TergetNews.id Tjandra Sridjaja, bos Indonesia Lawyer Club (ILC) jadi saksi pada perkara memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Ojo Sumarna SH.MH itu, Tjandra tersudut sejumlah pertanyaan mengenai perkara yang mereka laporkan hingga naik persidangan
Tjandra yang bergelar Doktor Hukum dan juga sebagai dosen hukum di salah satu universitas di Jawa Timur itu, rupanya tidak mengetahui tentang hukum.
Pasalnya, ia tidak mengetahui tentang prosedural formil sebuah keterangan yang berpedoman pada AD/ART sebagaimana akta pendirian perkumpulan yang ia dirikan sejak tahun 2015. Ketidak tahuan inilah yang kemudian menjadi perkara.
Penasehat hukum terdakwa Mohammad Muzayin SH.MH mengatakan keterangan saksi Tjandra Sridjaja dapat dipatahkan.
“Berdasarkan pemeriksaan saksi dan fakta persidangan, semua dalil-dalil yang disampaikan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan keterangan saksi Tjandra Sridjaja bisa dibantah”Imbuh Muzayin.
Dia mengatakan, Pidana itu pembuktian materil, tetapi kemudian objek perkara berkaitan dengan surat atau akta. Maka, penyusunan prosedur pembuatan akta secara formil harus dijalankan dulu.
“Disini kami menitik beratkan pada aturan perkumpulan yaitu AD/ART yang mengatur tentang limitatif tata cara untuk melaksanakan keputusan atau perubahan” Katanya.
Secara formil pembuatan akta nomor 16 dan 17 itu tidak prosedural. Sehingga jika tidak formill, jika terdakwa kemudian membuat akta nomor 8 yang menyatakan tidak pernah mengundurkan diri dari perkumpulan yang menjadi pokok perkara, tidak ada yang salah. Jadi ini, tidak ada keterangan palsu yang dibuat oleh terdakwa.
“Tadi kami tanyakan, apakah akta 16 dan akta 17 yang dijadikan dasar untuk laporan kepada saudari terdakwa liliana benar atau tidak. Apakah didalam akta 16 ada pernyataan saudara Liliana mengundurkan diri, ternyata hanya pengesahan. Para saksi mengatakan di akta 16 itu tidak mengundurkan diri” Kata Muzayin.
Sebelumnya, Dalam sidang yang digelar di ruang cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (20/6) itu, Tjandra yang hadir menjabarkan tentang pendirian perkumpulan yang didirikan sejak tahun 2015 bersama terdakwa Liliana Herawati dan Bambang Irwanto dan kegiatan perkumpulan mengelola dana csr serta arisan.
Meskipun detail menjelaskan, Tjandra nampaknya tak bisa merinci pokok perkara tentang memasukkan keterangan palsu. Ia lebih banyak bertingkah dan berbelit-belit, bahkan suara kesaksiannya sesekali meninggi.
Namun, ketika dicecar Penasehat Hukum terdakwa soal akta 16 tanggal 18 juni 2020 yang menjadi materi formil , tentang apakah ada pernyataan Liliana Herawati mengundurkan diri dari perkumpulan
Tjandra yang awalnya memberikan keterangan dengan suara meninggi, lantas tak bisa membuktikan bahwa terdakwa mengundurkan diri dari Perkumpulan.
“Didalam akta nomor 16, itu tentu yang membuat bukan terdakwa”Ucap Tjandra yang juga ketua umum Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokishinkai.
Kemudian, Hakim Ojo Sumarna menyeletuk, ada tidak secara redaksional menyatakan pengunduran diri.
Saksi Tjandra masih berkelit, bahwa yang membuat akta bukan dia (terdakwa-red). Ada apa ndak pernyataan terdakwa mengundurkan diri, cecar hakim. “Tidak ada”Jawab Tjandra
Tjandra dalam kesaksiannya soal akta nomor 8 tanggal 6 juni tahun 2022 tentang terdakwa tidak pernah mengundurkan diri. Menurut Tjandra, terdakwa telah menggunakan akta tersebut saat pelaporan di Mabes Polri..
Kemudian, mengenai dana arisan. Saksi Tjandra dengan tegas mengatakan dana yang dikumpulkan itu merupakan dana Perkumpulan yang berada di rekening BCA atas nama perkumpulan dan kemudian di pisahkan ke rekening Artha Graha dan Bank Mayapada.
Sejumlah pernyataan saksi ini, dibantah terdakwa Liliana Herawati. Pasalnya, meski telah di sumpah dalam memberikan kesaksian, saksi terindikasi mengumbar kebohongan.
“Akta 8 tertanggal 6 juni 2022, tidak pernah digunakan, kemudian dana arisan bukanlah milik perkumpulan melainkan akumulasi dari tahun 2007″Kata Terdakwa membantah kesaksian Tjandra Sridjaja.
Sebagaimana diketahui jumlah dana arisan yang dikelola sebagaimana versi terdakwa, uang arisan itu sebesar Rp11 Milyar, namun saldo terakhir di rekening BCA KCP Darmo lenyap dan tersisa Rp16 juta. Kendati demikian, mereka masih berkelit sisa uang senilai Rp7.9 Milyar yang mana bukti saldonya tidak pernah di buka.(red).