Kuburaya kalbar TargetNews.id Tuntutan nelayan terkait retribusi tambat labuh di Unit Pelaksanaan Teknis Pelabuhan Perikanan Provinsi Kalbar terus menjadi sorotan. beberapa poin utama yang menjadi keluhan nelayan
Aktif
Nelayan tidak meminta penghapusan biaya tambat labuh, tetapi memohon kompensasi retrisusi tambat labuh , terutama saat kapal tidak melaut di bulàn desember sampai maret karena cuaca buruk akibat musim angin barat daya.
Masalah Keamanan di Area Tambat Labuh.
Nelayan menyatakan bahwa pengamanan kapal sebenarnya sudah diatur oleh kapten masing-masing kapal. Mereka menilai tidak tepat jika ada klaim bahwa pihak dinas menugaskan staf mereka untuk menjaga kapal, karena hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.
Kepatuhan Bayar Retribusi Saat Melaut
Selama ini Setiap kapal selalu mematuhi aturan pembayaran retribusi tambat labuh. Namun, saat kapal istirahat dalam jangka waktu lebih lama akibat cuaca buruk, biaya tambat labuh dianggap memberatkan.
Biaya Tambat Labuh yang Tinggi
Besarnya biaya tambat labuh dianggap tidak sebanding dengan pendapatan nelayan yang terus menurun. Contohnya:
30 GT kebawah rp.30.000/hari
30 -60 GT rp. 45.000/hari
60-100 GT Rp70.000/hari
150 GT keatas rp. 150.000/hr
Tagihan ini wajib di bayar walaupun kapal nelayan seben̈arnya ada beberapa tidak bersandar di UPT pelabuhan perikanan ( tidak mengunakan fasilitas dermaga)
Tambahan Biaya yang Memberatkan
Selain retribusi tambat labuh, nelayan juga harus membayar biaya penjagaan kapal dan biaya perbaikan, yang semakin menambah beban mereka.
Minimnya Tanggapan dari Pemerintah
Nelayan mengaku sudah lima kali mengajukan permohonan kepada kepala TPI dan kepala dinas. Namun, jawaban yang diterima sebatas janji evaluasi tanpa ada tindak lanjut konkret. Lebih parahnya, retribusi kini diklaim sebagai biaya pengamanan, yang membingungkan para nelayan.
Saya sebagai nelayan berharap pemerintah memberikan perhatian lebih pada kondisi mereka yang semakin sulit. Alih-alih memberatkan dengan berbagai biaya, pemerintah diharapkan dapat mencari solusi yang adil untuk mendukung keberlanjutan ekonomi nelayan. Ujar se orang nelayan senior bernama pak nasir
Kasianus Kimin, S.Pi, MH., menjelaskan kepada wartawan saat dikonfirmasi di kantornya di Jl. Raya TPI bahwa penerapan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah telah dijalankan sesuai dengan petunjuk teknis. “Bagi pihak yang dikenai retribusi dan jika merasa keberatan, mereka dapat mengajukan keberatan dengan syarat tuntutan tersebut harus jelas, termasuk poin-poin yang menjadi perhatian utama nelayan,” ujar Kasianus.
Kasianus Kimin juga menghimbau agar persoalan retribusi tambat labuh ini tidak perlu dibesar-besarkan. “Kami berupaya menjalankan aturan sesuai ketentuan. Jika ada keberatan, silakan ajukan melalui prosedur yang sudah disediakan,” tegasnya.(reni)