TargetNews.ID Kotabaru | Masih Hangat Kemaren tentang Warga Semaras Nurdin yang mempertahankan Lahan kemudian di Banting Oknum Polisi dari Pulau Laut Barat, kini muncul juga video terkait Pembebasan Tahanan a.n Arga Aditya Tanpa Prosedur Di Polsek Pulau Laut Barat oleh BASA REKAN.
Zubaidah seorang wanita Paru Baya (eks. Guru SDN), mengakui telah mengirimkan surat terkait laporan terhadap AKP. M. Amir Hasan, S.H., yang menjabat sebagai Kapolsek Pulau Laut Barat, ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kalimantan Selatan. Laporan tersebut telah dilayangkan sejak 16 September 2024 namun hingga kini belum ada balasan menurutnya.
Perihal laporan adalah dugaan serius terkait pelanggaran kode etik kepolisian, pedoman perilaku, serta tindak pidana penculikan dalam penanganan kasus utang piutang yang melibatkan putranya, Arga Aditya Nugraha. Kasus ini menjadi sorotan setelah viral akhir akhir ini di media sosial, anaknya Arga ditahan selama empat hari empat malam tanpa surat penangkapan maupun penahanan yang sah, sehingga memicu pertanyaan besar mengenai prosedur hukum yang berlaku.
Menurut keterangan Zubaidah, permasalahan bermula dari kasus utang piutang anaknya, dan laporan tersebut kemudian ditangani oleh Polsek Pulau Laut Barat di bawah pimpinan AKP. M. Amir Hasan. Namun, proses hukum yang dilakukan dinilai janggal dan melanggar prosedur mendasar. Arga ditangkap pada 14 April 2024 dan baru dilepaskan pada 18 April 2024 setelah tim Kuasa Hukum yang dipimpin Wahid Hasyim, S.H. (Ketua DPC ARUN Kotabaru) dengan didampingi Ansori, S.H., Moh. Arief Shafe’i, S.H. serta M. Saiful Ihsan, S.H. menjemput Arga di Polsek atas Permintaan Zubaidah, Selama empat hari penahanan, pihak keluarga mengaku tidak pernah menerima surat penangkapan maupun penahanan resmi, bahkan dilarang untuk bertemu anaknya, Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan Pasal 18 ayat 1 KUHAP yang mewajibkan polisi memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan dalam waktu 1×24 jam, serta Pasal 21 ayat 3 KUHAP yang mengatur kewajiban pemberian tembusan surat penahanan kepada keluarga tersangka.
Tim kuasa hukum Zubaidah dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi, S.H., M.H. dan Rekan telah berupaya mengkonfirmasi status penahanan Arga pada 18 April 2024, termasuk meminta salinan surat resmi yang seharusnya dikeluarkan, namun tidak membuahkan hasil. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai adanya penyalahgunaan wewenang sekaligus pelanggaran hak asasi manusia.
Zubaidah juga menyoroti dugaan penangkapan tanpa bukti permulaan yang cukup. Berdasarkan Pasal 17 KUHAP, perintah penangkapan harus didasarkan pada bukti permulaan minimal dua alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP. Dalam kasus ini, pelapor menilai penangkapan Arga tidak memenuhi standar tersebut dan justru menunjukkan adanya potensi kesalahan subjek dalam penyidikan. Selain itu, ia mengungkap adanya transfer dana Rp15 juta ke rekening ibu Arga Aditya Nugraha yang disebut tanpa dasar perjanjian utang piutang yang jelas. Ironisnya, Arga kemudian dipaksa melakukan pembayaran sebesar Rp20 juta di bawah tekanan, tanpa prosedur hukum yang sah.
Kejanggalan lain yang diungkap adalah perbedaan locus delicti tempat kejadian perkara. Zubaidah menyebut bahwa transfer uang sebenarnya terjadi di Desa Sebelimbingan, Kecamatan Pulau Laut Utara, bukan di Kecamatan Pulau Laut Barat atau Pulau Laut Tanjung Selayar sebagaimana disebut dalam penanganan perkara. Proses hukum yang langsung dilakukan di Polsek Pulau Laut Barat tanpa adanya mediasi internal keluarga juga memunculkan kecurigaan adanya praktik tidak sesuai prosedur.
Informasi tambahan yang diterima media ini menyebut kasus ini bukan yang pertama. Akp. M. Amir Hasan disebut pernah melakukan penahanan serupa terhadap pihak lain selama empat hari tanpa surat resmi, yang kemudian baru dilepaskan setelah adanya perdebatan antara Wahid Hasyim dengan Kapolsek, Pola perilaku tersebut memperkuat dugaan adanya praktik penahanan sewenang-wenang dan pelanggaran prosedur yang berulang.
Dalam laporannya, Zubaidah meminta agar kasus ini ditangani secara tuntas demi menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian lainnya serta untuk memperbaiki citra Polri menuju “Polri Presisi”. Ia bahkan menduga tindakan Akp. M. Amir Hasan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penculikan sebagaimana diatur dalam Pasal 328 KUHP, mengingat tidak adanya surat penangkapan dan penahanan yang sah. Pelapor juga secara tegas meminta agar yang bersangkutan diperiksa dan dimutasi dari jabatannya. Ancaman pelaporan pidana penculikan akan ditempuh jika tuntutan ini diabaikan, karena tindakan terlapor telah menimbulkan keresahan bagi keluarga maupun masyarakat di Kecamatan Pulau Laut Barat dan Tanjung Selayar.