Sumenep – TargetNews id Kasus pelabuhan ilegal di pesisir Kalianget menyeruak kembali. Aroma permainan kotor diduga menguap tajam dari balik proyek Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang hingga kini terus beroperasi tanpa izin reklamasi.Sarkawi selaku pelapor, memberikan waktu pada Bapak Kapolres Sumenep, jika dalam waktu dekat, atau akhir tahun 2025, tidak ada kepastian hukumnya, Sarkawi dengan tegas akan melaporkan kinerja polres Sumenep, ke Kapolri dan Polda Jawa Timur,
Yang lebih memuakkan, Brigade 571 TMP Wilayah Madura menuding ada tangan dingin aparat Polres Sumenep yang justru ikut melindungi jaringan pejabat dan pengusaha di balik proyek pelabuhan bermasalah itu.
Kasus ini bukan cerita baru. Laporan dugaan pelanggaran izin pembangunan TUKS sudah diserahkan masyarakat sejak tahun 2021, dan bahkan 19 kali surat SP2HP telah diterbitkan oleh penyidik Unit Idik Polres Sumenep. Namun, hingga kini, hasilnya nihil.

Ketua Brigade 571 TMP sekaligus Ketua Pokmaswas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Kalianget, Sarkawi, menyebut Polres Sumenep tak berani menindak pelaku utama.khususnya pemohon SHM dan BPN Sumenep yang menerbitkan sertifikat atau SHM, tersebut.
“Dalam SP2HP ke-11 jelas disebutkan ada unsur pidana. Kami sudah diminta buat laporan resmi agar kasus tersebut dari penyelidikan naik ke penyidikan, dan itu kami penuhi. Tapi setelah naik, kasusnya justru dikubur pelan-pelan,” sindir Sarkawi.
Ia menilai, penyidikan Polres Sumenep disengaja mandek untuk memberi ruang bagi oknum tertentu menyembunyikan jejak permainan izin dan aliran dana proyek pelabuhan.
Fakta yang ditemukan di lapangan sungguh mencengangkan. Polres Sumenep pernah memanggil pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memeriksa titik koordinat empat bidang tanah bersertifikat SHM, namun hingga kini tidak ada satu pun hasil pemeriksaan dipublikasikan.
Salah satu lahan bermasalah adalah SHM Nomor 370 atas nama Ajeng Maimuna, istri Marsadik. Lahan seluas 13.950 meter persegi itu awalnya diajukan untuk tambak, tapi kemudian beralih fungsi jadi pelabuhan yang dimanfaatkan PT Asia Madura.
Lebih parah lagi, lahan tersebut diduga kuat tanah negara di kawasan pesisir laut, bukan lahan tambak sebagaimana tertulis dalam sertifikat. Meski begitu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan DPMPTSP Sumenep masih sempat meloloskan UKL-UPL dan IMB pada 2013–2014, izin yang kini diduga jadi tameng legalitas palsu yang di mohon oleh PT Asia Madura, melalui Camat Kalianget di tahun 2013.
“Itu lahan pesisir, bukan tambak. Tapi dua dinas itu bisa seenaknya meloloskan izin untuk bangunan pelabuhan TUKS Kalau ini bukan permainan, apa namanya?” ujar Sarkawi.
Penyimpangan tak berhenti di sana. Dari hasil penelusuran Brigade 571 TMP, muncul kembali di tahun 1999 2 Sertifikat atau SHM sebidang tanah kosong milik negara untuk Tambak oleh keluarga Besar H marsadik, dengan nomer kepemilikan 302 dan 303 atas nama keluarga yang sama. Aneh, ketiganya mengklaim tanah laut sebagai daratan.
“Semua sertifikat itu dimohon untuk tambak, tapi kenyataannya dijadikan pelabuhan. Parahnya, lagi dengan adanya pembiyaran dari pemerintah Daerah, akhirnya ada dua pihak lain atas nama Sunaryo dan keluarga Dulgani yang ikut menyerobot lahan bawah laut tanpa izin. Ini bukan lagi pelanggaran administratif, tapi kejahatan tata ruang,” tegasnya.
Temuan itu menguatkan dugaan bahwa proyek TUKS di Gersik Putih tak berdiri di atas dasar hukum, melainkan di atas rekayasa sertifikat dan permainan oknum di instansi pertanahan.
Benang merah makin jelas ketika nama pejabat tinggi daerah ikut terseret. Sarkawi menuding ada campur tangan orang nomor satu di Kabupaten Sumenep periode 2015 yang ikut menandatangani dokumen pelabuhan TUKS milik PT Asia Garam Madura, perusahaan yang disebut-sebut milik Nur Ilham.
“Pejabat setinggi itu ikut menandatangani proyek tanpa izin reklamasi. Ini pelabuhan liar, tapi disahkan lewat tanda tangan melalui prasasti, Polres Sumenep tidak berani sentuh?” sindirnya tajam.
Padahal, izin yang terbit dari Pemkab Sumenep melalui DPMPTSP hanya untuk aktivitas bongkar muat garam, bukan untuk kegiatan lain ironisnya di lokasi di bangun penampungan BBM dan dan bongkar muat lainnya, seperti kegiatan pembongkaran ikan.
Brigade 571 TMP menduga, penyidikan kasus ini bukan sekadar lamban, melainkan disandera kepentingan. Sarkawi menyebut, ada indikasi kuat bahwa penyidik bermain aman agar tidak menyinggung nama besar yang terlibat.
> “Kalau Polres mau bersih, kenapa hasil gelar perkara disembunyikan? Kenapa SP2HP terakhir tak lagi dikirim? Ini sudah jelas-jelas ada yang dilindungi,” katanya.
Brigade 571 TMP memastikan tidak akan tinggal diam. Jika hingga akhir 2025 tidak ada penetapan tersangka, mereka siap untuk melaporkan kasus tersebut, ke Kapolri, untuk mendorong Polda Jawa Timur turun tangan.
“Kami sudah terlalu lama bersabar. Kalau Polres Sumenep tidak berani menegakkan hukum, biar Polda Jatim yang ambil alih. Kami akan kawal sampai tuntas, karena ini menyangkut kedaulatan negara atas tanah pesisir,” tutup Sarkawi tegas.
Hingga berita ini diterbitkan,pihak Humas polres Sumenep melalui pesan singkatnya, hanya menanggapi dengan dingin, SIAP DAN AKAN DITANYAKAN,PADA PENYIDIK ungkapnya.(SRKWI)










