Jakarta TargetNews.ID Tekanan terhadap pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi transportasi online semakin menguat. Ribuan pengemudi ojek online (ojol), kurir barang (kurol), dan pengemudi roda empat berbasis aplikasi dari berbagai daerah di Indonesia kini bersiap menggelar aksi besar-besaran di depan Istana Negara pada 20 November 2025. Aksi nasional ini dipimpin oleh Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI).
Menurut Tito Ahmad Frontal Jatim salah satu pilar FTDOI aksi ini merupakan puncak dari ketidakpastian regulasi yang telah berlangsung bertahun-tahun, sehingga berdampak langsung pada pendapatan dan keselamatan para pengemudi di berbagai platform aplikasi.
“Regulasi ini bukan untuk memanjakan driver. Ini soal kelayakan bekerja, soal keamanan, dan soal keberlangsungan hidup keluarga mereka. Pemerintah sudah menunda terlalu lama,” jelas Tito.
Tito menyebut bahwa sejak Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667/2022 diberlakukan, kondisi lapangan berubah sangat cepat. Biaya hidup naik, harga perawatan kendaraan meningkat, namun tarif tetap stagnan.
Dalam tiga tahun terakhir, UMR nasional naik sekitar 16,7 persen, sementara tarif ojol tetap pada angka lama. FDTOI menilai kondisi ini tidak wajar dan berbahaya.
Kajian internal FDTOI menunjukkan tarif batas bawah seharusnya naik dari Rp2.550 menjadi Rp2.900 per kilometer, dan tarif batas atas dari Rp2.800 menjadi sekitar Rp3.200 per kilometer demi menjaga keseimbangan pendapatan driver dengan biaya operasional mereka.
“Motor itu bukan alat ajaib. Ada ban yang harus diganti, oli yang harus rutin, rem yang harus aman. Kalau tarif tetap rendah, pengemudi akan terpaksa bekerja dengan kendaraan yang kurang layak, dan ini berbahaya,” lanjut Tito Ahmad.
FDTOI menekankan bahwa lebih dari 70 persen order transportasi online saat ini berasal dari layanan antar makanan dan barang. Namun ironisnya, kedua layanan ini tidak memiliki regulasi tarif khusus.
Pengemudi banyak melaporkan tarif rendah tidak manusiawi, mulai dari Rp5.000 per order, bahkan ada skema Rp1.500 per kilometer. Di beberapa kota, pengemudi mesti menempuh jarak 20–25 km hanya untuk mendapat Rp20.000–22.000.
“Bayangkan bekerja 30 menit sampai 1 jam, bensin keluar, kejar waktu, tapi dibayar di bawah ongkos parkir mal. Ini bukan pekerjaan layak kalau dibiarkan,” tegas Tito Ahmad Frontal Jatim salah satu pilar FTDOI.
Tito menegaskan bahwa tidak hanya pengemudi roda dua yang terdampak. Pengemudi roda empat (R4) juga mengalami tekanan pendapatan akibat potongan aplikasi yang tidak memiliki regulasi jelas.
Hingga kini, pemerintah belum menetapkan standar potongan maksimal. Alhasil perusahaan aplikasi memiliki ruang menentukan potongan sendiri yang sering kali tidak transparan dan berubah sewaktu-waktu.
“Potongannya bisa 15 persen, bisa 20 persen, bisa lebih. Tidak ada acuan. Pengemudi tidak punya daya tawar,” ujar Tito.
FDTOI mengaku telah menyerahkan sejumlah kajian resmi dan proposal regulasi kepada Kementerian Perhubungan sejak Mei 2025. Bahkan Dirjen Perhubungan Darat sempat menyatakan ada rencana kenaikan tarif 8–15 persen, tetapi hingga kini tidak ada keputusan final.
Keterlambatan inilah yang menjadi penyebab utama mengapa gelombang kemarahan pengemudi membesar dan puncaknya terjadi pada November ini.
“Semakin lama regulasi ini mandek, semakin tinggi risiko keselamatan kerja driver. Kami bekerja di jalan raya setiap hari, mempertaruhkan nyawa. Layaknya ada kepastian,” kata Tito Ahmad.
Di Jawa Timur, persiapan aksi nasional dilakukan secara terstruktur oleh FDTOI dan Frontal Jatim. Titik kumpul (tikum) utama telah diputuskan di Masjid Al-Akbar Surabaya pada 19 November 2025. Para peserta akan berkumpul, melakukan apel singkat, lalu mengarah menuju titik keberangkatan.
Pada hari berikutnya, Rabu 20 November pukul 06.00 WIB, rombongan akan diberangkatkan menuju Jakarta menggunakan:
4 unit bus besar
5 unit minibus
Total peserta sekitar 300 pengemudi
Presidium Frontal Tito Ahmad salah satu pilar FTDOI memastikan seluruh logistik sudah disiapkan, mulai air minum, spanduk, hingga perlengkapan keselamatan perjalanan.
“Kami siap berangkat penuh. Ini bentuk komitmen Jatim untuk menyuarakan keadilan tarif. Tikum Masjid Al-Akbar tanggal 19, dan tanggal 20 pagi kami langsung bergerak ke Jakarta bersama sekitar 300 orang,”.
Gerakan serupa juga terjadi di Batam, Medan, Samarinda, Balikpapan, Yogya, Jatim, Jateng dan Jabodetabek. Sebagian besar pengemudi mengatur keberangkatan mandiri, sementara beberapa komunitas mengkoordinasikan transportasi kolektif menggunakan bus pariwisata.
Di media sosial, tagar seperti #AksiNasional201125, #DriverMenuntutKeadilan, dan #RegulasiTransportasiOnline mulai muncul sejak awal pekan dan diperkirakan akan memuncak menjelang aksi.
Menutup keterangan resminya, Tito Ahmad menegaskan bahwa FDTOI tidak berniat memprovokasi atau memperuncing situasi. Mereka hanya meminta pemerintah membuka ruang dialog nyata dan mengambil keputusan yang ditunda terlalu lama.
“Kami tidak sedang melawan pemerintah. Kami hanya ingin kepastian. Kami ingin bekerja dengan tenang, dengan pendapatan yang wajar, tanpa rasa takut besok harga naik tapi tarif tetap. Kami berangkat ke Jakarta untuk meminta keadilan,” tutup Tito Ahmad.










