TARGETNEWS.ID Sabtu.2023.04.15, Kamriadi Pelapor upaya penyerobotan lahan oleh PT Obsidian Stenlis Still yang kerap di sebut PT OSS, menghubungi pimpinan Lembaga Bantuan Hukum Cinta Lingkungan Pencari Keadilan melalui pesan WhatsApp.
Adapun pembahasan dalam komunikasi waktu itu adalah mengenai laporannya yang terkesan di abaikan oleh Penyidik Kepolisian Sektor Bondoala yang merupakan penguasa wilayah hukum tempat kejadian perkara.
Bermula pada bulan Juli 2022 atau setidaknya masih pada bulan Juli tahun 2022, alat berat berupa ekskavator milik PT OSS yang merupakan anak perusahaan raksasa milik asing yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industri atau PT VDNI, melakukan kegiatan pada perbatasan tanah pelapor dengan tanah tempat di lakukan kegiatan. Sebagaimana kebiasaan perusahaan raksasa ini, selalu menggunakan upaya coba-coba untuk menyerobot lahan warga. Pada kejadian itu, operator memasuki lahan korban melakukan penimbunan dan merusak pintu air tambak yang merupakan akses keluar masuknya air. Dimana tambak adalah satu-satunya sumber penghidupan warga Kecamatan Kapoiala, Desa Tani Indah khususnya Dusun III. Setelah pelapor melihat kejadian tersebut, maka di sampaikan kepada operator agar menghentikan kegiatan di atas lahan tersebut.
Setelah kejadian itu, pihak perusahaan sedikit pun tidak merasa bersalah atas, sampai tidak ada yang datang menemui pemilik untuk menjelaskan alasan di rimbunnya lahan tersebut bahkan sampai pada pengrusakan pintu air.
Berhubung karena tidak adanya pihak yang merasa bertanggungjawab, sehingga kejadian tersebut di laporkan pada Kepolisian Sektor Bondoala berdasarkan Bukti Surat Tanda Terima Laporan Nomor: 23/VIII/2022/Sek.bondoala tertanggal 22 Agustus 2022, dengan nama Pelapor KAMRIADI yang masih anak kandung korban.
Berbagai upaya korban dalam membangun komunikasi dengan pihak penyidik, sampai bolak balik ke kantor Resort Bondoala, yang tak ada bedanya dengan anggota kepolisian yang bertugas di kantor tersebut, tetapi hingga di rilisnya berita ini, korban belum mendapatkan kepastian hukum.
Terpisah, Kamriadi adalah bagian dari Lembaga Bantuan Hukum Cinta Lingkungan Pencari Keadilan dengan jabatan Deputi Lingkungan Hidup, menghubungi Aslam selaku pimpinan dan meminta pendapat atas sikap oknum penyidik yang terkesan abai atas laporan dugaan tindak pidana yang telah memakan waktu 9 bulan, yang mana pada September 2022 pun Aslam sempat mendatangi Kantor Sektor Bondoala untuk menanyakan perkembangan laporan kadernya.
Mendengar keterangan Kamriadi melalu telpon dan pesan pesan WhatsApp, Aslam angkat bicara.
Bahwasanya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) menyatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang merupakan pejabat polisi negara atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan penyelidikan adalah proses awal sebelum dilakukan penyidikan yaitu serangkaian penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Selanjutnya Pasal 31 Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkapolri 12/2009) disebutkan bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan sangat sulit, sulit, sedang, atau mudah. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
1. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
perkara sedang; atau
4 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;
Berhubung sudah 9 bulan lamanya, entah bagian mana dari ke-4 poin di atas yang akan di terapkan oleh oknum penyidik yang menangani perkara tersebut, kata Aslam.
Merujuk pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 6/2019”), penyidikan dilakukan dengan dasar:
Laporan polisi; dan
Surat Perintah Penyidikan.
Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP. SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, korban/pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Laporan Polisi ada, Penyidik bersama Kanit Intel pun telah mendatangi Tempat Kejadian Perkara. Korban bolak balik ke Kantor Kepolisian Sektor, tanpa di pertimbangkan waktunya yang terbuang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Namun sekiranya warga memungut potongan besi yang merupakan Limbah B3, langsung di tangkap tanpa ada ampunan. Sehingga dari pengalaman saya selama mengadvokasi masyarakat di kawasan industri PT VDNI, kata Aslam, seolah-olah hukum ini milik perusahaan tersebut. Apa yang menjadi alasan sehingga saya mengatakan seperti itu, di mana setelah perkara di laporkan, sampai pada pengakuan atas perbuatannya, tetap saja tidak ada yang di tahan. Sungguh miris penegakan hukum dalam di wilayah tersebut. Semua pihak bungkam dengan kekuatan yang super power, siapa yang berani bersuara di mutasi dan sebagainya.
Jadi rekan-rekan, saya akan konfirmasi dulu masalah ini ke pihak Polsek, kalau tidak ada tanggapan serius, silahkan publish berita ini, yang selanjutnya saya akan menempuh upaya hukum, agar ada sanksi kepada semua pihak yang menjadi terhambatnya penyelesaian perkara ini.
Demikian hasil rilis pers Ketua Umum LBH CLPK kepada media clpknews.com.
(Lap-Red)