KOTA BATU, TargetNews.id – Jamaah Maiyah Batu melakukan diskusi dalam agenda Sinau Bareng yang dilaksanakan di Pendopo kantor Kelurahan Ngaglik Kecamatan Batu kota Batu. Tujuan rutin Jamaah Maiyah kota Batu yang bersimpul ” Batu Aji”, kalau di Malang namanya Religi, kalau di Surabaya Bang Bang Wetan, jika di wilayah Jombang simpulnya Padang Bulan. Sedangkan di seluruh Indonesia dan di luar negeri ada sejumlah 72 simpul yang sudah disebarkan melalui wadah Jamaah Maiyah.
“Sedangkan di Kota Batu Jamaah Maiyah berjumlah sekira dua ribu anggota yang tersebar di seluruh Kota Batu. Tujuan perkumpulan Jamaah Maiyah itu tak lain dan tak bukan Sinau Bareng, melakukan Sholawatan bersama dan menyatukan keka genane ati (kerinduan hati)sesuai ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW,”kata Suhermawan selaku kordinator simpul “Batu Aji” kota Batu, juga selaku Kepala Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Batu,”Kamis (1/2/24).
Kegiatan Jamaah Maiyah ini,dalam menyoroti situasi sosial dan politik saat ini, sesuai anjuran tokoh atau pendiri Jamaah Maiyah Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) nama populernya di Indonesia, yang asli cendekiawan,atau seni budayawan dari Jawa Timur. Dan ketika melakukan dahwahnya (Mbah Nun/Cak Nun- red) Selalu menekankan kegiatan pada Jamaah Maiyah itu,boleh dihadiri dari seluruh lintas agama dan kepercayaan apapun. Termasuk dari kalangan birokrat, dan profesi apapun juga terbuka untuk umum.,”ucap Suhermawan.
Ditambahkan, kegiatan diskusi Jamaah Maiyah yang digelar dikota Batu bahkan dimanapun berada, forum diskusi (Sinau Bareng)yang dilakukan Jamaah Maiyah adalah menyikapi tidak hanya pada fokus pada religius saja. Bahkan juga membahas sosial,budaya,politik,ekonomi,kesejahteraan umat dan lainya.
“Dalam kontek saat ini menjelang pemilu 2024 yang sebentar lagi dilakukan, maka Jamaah Maiyah turut andil dalam memilih pemimpin Nasional maupun pemimpin kepala daerah yang pas sesuai hati norani masyarakat. Kontek dari diskusi yang digelar Jamaah Maiyah itu, bertema “Pemimpin Yang Dirindukan”. maksudnya pemimpin yang dirindukan itu maunya seperti apa? ,” terang Suhermawan.
Hal ini dilakukan oleh Jamaah Maiyah, untuk meresonasi bagaimana ketika pemimpin yang dipilihnya itu menjabat. Dan apa yang selanjutnya diberikan haknya pada masyarakat yang sudah empati untuk dipilihnya.Jadi barisan Jamaah Maiyah itu, memberikan rambu pada figur pemimpin yang dipilihnya agar bisa memberikan balancing (perimbangan) pada masyarakat,bukan untuk golongan tertentu saja.
“Karena Jamaah Maiyah juga menyikapi masalah-masalah sosial,apalagi saat ini terjadi politik transaksional,yang maunya menghargai dan dihargai berapa nominal dalam suara pemilihnya. Karena terjadinya budaya politik uang (pragmatis) ini dimulai sejak kapan,”urai Suhermawan pada Media Targetnewsid ketika dikonfirmasi.
Padahal di era jaman orang tua -tua dulu terjadinya politik uang itu bisa dikatakan sangat minim. Akan tetapi di era peradaban atau era digitalisasi ini, praktik-praktik politik uang semakin meningkat,bahkan seperti judi siapa yang banyak uang dari calon legeslatif,atau calon kepala daerah akan didukung dan dipilihnya. Dengan seperti ini,hati nurani dan kepercayaan juga budaya masyarakat sangat mengkawatirkan.
“Dengan adanya situasi seperti itu, maka Jamaah Maiyah ada tujuan untuk memperbaiki dan merubah paradigma itu melalui forum atau diskusi bersama kita. Tetapi memperbaiki persoalan itu, harus dimulai dari sisi mana dulu. Apakah lewat dari sisi pemerintahan ataukah lewat langsung dari masyarakatnya.
Sesuai gagasan Cak Nun, kalau berbicara Arab Ayo Digarap (dikerjakan) , Kalau Jowo Ayo Digowo (dibawa). Hal ini,jika dijabarkarkan itu sangat panjang dan mendasar pada filisofi jawa. Semoga apa yang dilakukan oleh seluruh Jamaah Maiyah akan bisa berdampak menggugah budaya jawa demi keharmonisan dan kelanggengan berbangsa dan bernegara,”singkat Suhermawan.
Pewarta : (Wanto)