Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Marthinus Hukom bertemu dengan Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, untuk membahas sinergi dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Audiensi ini bertujuan untuk menyelaraskan program pemberdayaan masyarakat dengan upaya penanggulangan narkoba, khususnya di kawasan rawan peredaran narkotika. Pertemuan berlangsung di Ruang Kerja Menteri UMKM, Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Senin (17/2).
Kepala BNN RI menekankan bahwa permasalahan narkoba tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum, tetapi juga dengan dampak sosial dan ekonomi. Ia juga menyoroti semakin maraknya penggunaan media sosial sebagai sarana pemasaran narkoba, sehingga diperlukan strategi penanggulangan yang lebih terintegrasi.
“Permasalahan narkoba semakin kompleks, tidak hanya berdampak pada kesehatan dan keamanan, tetapi juga pada ekonomi masyarakat. Para bandar kini menguasai beberapa wilayah permukiman dan menggantikan peran tokoh masyarakat,” ujarnya.
BNN mencatat bahwa sekitar 312 ribu remaja di Indonesia telah terpapar narkoba. Bisnis narkotika sendiri diperkirakan menghasilkan uang beredar hingga Rp 500 triliun per tahun. Para bandar sering kali memanfaatkan kondisi ekonomi masyarakat, termasuk membujuk petani tambak untuk menjadi kurir narkoba dengan bayaran hingga Rp 40 juta per kilogram.
Sebagai langkah nyata, BNN tengah fokus menangani tiga kawasan rawan narkoba di Jakarta, yaitu Kampung Boncos, Kampung Bahari, dan Kampung Permata. Namun, Kepala BNN RI menegaskan bahwa sekadar memberikan pelatihan keterampilan bagi eks-narapidana narkoba tidak cukup.
“Tanpa akses pasar dan dukungan usaha yang berkelanjutan, mereka bisa kembali terjerumus. Oleh karena itu, sinergi dengan Kementerian UMKM sangat penting,” jelasnya.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menekankan bahwa pemberantasan narkoba harus dilakukan bersamaan dengan penciptaan peluang ekonomi bagi masyarakat yang rentan. Ia mencontohkan keberhasilan Thailand dalam mengubah kawasan Golden Triangle—yang sebelumnya merupakan pusat produksi opium terbesar—menjadi sentra produksi kacang macadamia.
“Di Thailand, pemerintah mengambil langkah strategis dengan mengalihkan mata pencaharian petani opium ke pertanian produktif. Hal serupa bisa Kita terapkan di Indonesia dengan pendekatan yang tepat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Menteri UMKM menyoroti tantangan yang dihadapi sektor UMKM di Indonesia. Banyak program yang diluncurkan oleh pemerintah dan swasta tidak memberikan dampak signifikan karena UMKM masih diperlakukan sebagai objek Corporate Social Responsibility (CSR) dengan pendekatan sosial.
“Kita harus mengubah mindset. UMKM bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi harus menjadi bagian dari ekosistem bisnis yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Saya mendorong agar CSR diubah menjadi Corporate Business Responsibility (CBR),” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, BNN dan Kementerian UMKM sepakat untuk segera menyusun nota kesepahaman (MoU) guna memperkuat kolaborasi dalam pengembangan UMKM di kawasan rawan narkoba. Menteri UMKM menegaskan perlunya kapitalisasi UMKM dengan memperluas ekspansi bisnis, bukan hanya fokus pada produksi. Ia juga menyoroti pentingnya konektivitas antara UMKM dan industri besar agar usaha kecil dapat berkembang lebih pesat.
Dengan adanya sinergi ini, diharapkan program P4GN dapat berjalan lebih efektif dengan memberikan solusi ekonomi bagi masyarakat terdampak narkoba. Selain itu, penguatan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional akan semakin diperkuat, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bersih dari penyalahgunaan maupun peredaran gelap narkotika.
Bib