Tujuan utama program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan anak-anak, terutama peserta didik, untuk mengurangi angka stunting dan gizi buruk, serta menggerakkan perekonomian lokal melalui pemanfaatan produk pangan lokal.
Tetapi pada kenyataan dalam pelaksanaannya malah sebaliknya, justru menimbulkan masalah baru, masalah serius yaitu terjadi keracunan MBG dimana-mana, seharusnya MBG itu dapat meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan peserta didik, tetapi kini MBG menjadi program pemerintah yang menakutkan karena bisa mengancam nyawa.
Informasi dari JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) hingga awal Oktober 2025, total jumlah siswa yang menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) tercatat mencapai sekitar 10.482 anak di seluruh Indonesia. Jumlah korban ini masih terus bertambah meskipun sebagian dapur MBG sudah ditutup oleh pemerintah. Kasus keracunan tersebar di berbagai daerah dengan penambahan rata-rata korban mingguan sekitar 1.533 anak.
Sedang menurut data pemerintah yang didasarkan pada laporan Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada sekitar bulan September 2025, jumlah korban keracunan MBG tercatat sekitar 5.000 hingga 5.320 anak. Data ini berasal dari laporan resmi pemerintah dan instansi terkait dengan kasus tersebar di berbagai daerah, khususnya ditemukan banyak di Jawa Barat.
Kedua pihak, pemerintah (melalui Badan Gizi Nasional – BGN) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menggunakan pendekatan dan bukti verifikasi yang berbeda dalam kasus keracunan MBG.
Pemerintah melalui BGN melakukan verifikasi dengan membentuk tim investigasi multidisiplin yang terdiri dari unsur Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Dinas Kesehatan, BPOM, dan pakar independen. Sementara JPPI menggunakan metode pengawasan masyarakat dan laporan lapangan langsung yang mereka kumpulkan dari berbagai daerah terdampak.
Program MBG ini harus dievaluasi secara serius, tetapi untuk tidak dipolitisir. Program ini tidak harus dihentikan tetapi mencari jalan terbaik untuk solusi sehingga mememukan formulasi tepat agar MBG ini berjalan tepat guna dan tepat sasaran serta terhindar dari bahaya keracunan.
Beberapa pendapat mengatakan, agar Program MBG ini bisa terlaksana dengan baik, bagaimana kalau pengelolaannya diserahkan kesetiap lembaga sekolah (keberjasama dengan komite sekolah atau kantin sekolah), karena akan lebih lebih mudah pengawasannya yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Serah terima pengelolaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke setiap lembaga sekolah, yang bekerja sama dengan komite sekolah atau kantin sekolah, memang dapat menjadi opsi yang potensial untuk memperbaiki pengawasan dan pelaksanaan program sesuai kebutuhan anak.
Kelebihannya apabila Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikelola oleh sekolah melalui kerja sama dengan komite sekolah atau kantin sekolah adalah sebagai berikut:
– Pengelolaan lebih dekat dan terkontrol sehingga kualitas makanan yang disajikan dapat lebih terjamin kesegaran dan keamanannya.
– Responsif terhadap kebutuhan dan preferensi anak di lingkungan sekolah masing-masing.
– Mendukung sirkulasi ekonomi lokal dengan memanfaatkan UMKM di sekitar sekolah sebagai penyedia bahan baku makanan.
– Dana per porsi bisa terserap secara utuh oleh sekolah, sehingga anggaran digunakan lebih efisien dan transparan.
– Pelibatan komite dan orang tua dapat meningkatkan partisipasi dan pengawasan secara langsung di tingkat sekolah.
Secara umum, pengelolaan MBG oleh sekolah dengan dukungan komite atau kantin sekolah dapat memberikan kontrol mutu lebih baik dan manfaat lokal tetapi memerlukan sistem pengawasan ketat, pelatihan pengelola, serta dukungan berkelanjutan agar risiko-risiko tersebut dapat diminimalisir dan program berjalan efektif serta aman bagi siswa.[]