Surabaya, TargetNews.id.Sidang Gugatan Sengketa jual beli rumah yang beralamat jalan Rambutan I Blok D, Komplek Perumahan Pondok Candra Indah Kecamatan Waru Sidoarjo dengan Stevanus Hadi Candra Tjan sebagai tergugat 1,
dan Sarah Susanti sebagai tergugat II digelar di ruang Garuda ll Pengadilan Negeri (PN)Surabaya dengan agenda mendengarkan keterangan lima orang saksi, Kamis, (21/3/24).
Adapun lima orang saksi yang dihadirkan diantaranya, Anis Sulistyorini, Ari Santoso, Ido Donardo Simanjuntak, Sukarno dan Moody Emile Papilaya.
Dalam Keterangannya lima orang dibawah sumpah, Anis Sulistyorini yang dahulu bekerja di tempat Turut Tergugat I mengatakan, bahwa sekira tahun 2013 datang ke kantor (Turut Tergugat I), tujuannya untuk membuat Akte Jual Beli (AJB).
Pada saat itu, Pak Agus (alm) datang bersama Stevanus (Pembeli) dan seorang perempuan yang diperkenalkan oleh pak Agus sebagai istrinya pada saat itu. Diserahkanlah Dokumen berupa KTP, KK, juga sertifikat, sedangkan pak Stevanus menyerahkan KTP dan KK.
“Merasa persyaratan sudah cukup, maka kami buatkanlah Akte Jual Beli (AJB). Sertifikat pada saat itu atas nama Agus Maulana Kasiman,” tandas Anisa.
Jance Leonard Sally, selaku Kuasa Hukum Tergugat, menanyakan apakah Pak Agus membawa sertifikat aslinya? saksi menjawab, ia membawa Aslinya dan sertifikat itu atas nama Pak Agus (Alm) sendiri.
“Mengenai keabsahan Dokumen dan sertifikat Agus Maulana itu, asli karena saya yang proses langsung pada saat itu, dan semua pihak juga tanda tangan,” ucap saksi.
Begitu juga saksi, Ari Santoso, ia mengaku selaku mitra kerja Stevanus, pada tahun 2013, awalnya Pak Agus ketemu Pak Stevanus di pesawat pada saat itu, ditawari Rumah yang ada di Pondok Candra Indah.
”Pak Stevanus minat maka saya disuruh cek lokasi, dan merasa cocok terjadi kesepatakan lanjutan untuk membuat AJB. Kebetulan saya ikut waktu kekantor Notaris, namun saya tidak masuk didalam, melainkan di lobi,” jelasnya.
Ditanya oleh Kuasa Hukum Tergugat apakah saudara saksi melihat ada seorang perempuan bersama alm Agus, “iya dikenalkan oleh pak Agus sebagai istri dari pak Agus,” katanya.
Masih kata Ari, setelah selesai AJB dan rumah juga sudah disertifikatkan oleh pak Stevanus, tahun 2014 datanglah orang bernama Damianus dan teman-temanya. “Badannya dempal-dempal, ia mengaku dapat kuasa dari Bu Melpa untuk menempati rumah tersebut, saya sempat adu mulut akhirnya saya mundur karena saya merasa diintimidasi,” imbuhnya.
Saksi Ari juga mengatakan bahwa sebelum perkara gugatan ini muncul, Bu Melpa sudah bolak balik mengajukan gugatan, mulai dari pengadilan negeri sidoarjo, pengadilan negeri Surabaya hingga pengadilan negeri Cibinong.
Lain lagi dengan saksi Ido Donardo Simanjuntak, ia mengaku saat itu menjabat ketua RT, kenal dengan Almarhum Pak Agus orang yang baik. “Waktu saya mendatangi rumahnya saya melihat ada istri dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil, istrinya bernama Dina, saya tahunya beliau menyerahkan KK dan Foto Copy KTP,” ujarnya.
Ditanya apakah saudara saksi kenal dengan Ibu Melpa? tanya Jance, “Saya tidak tahu, tahunya Bu Melpa itu disaat saya sudah menjabat RW, itupun dengar kabar dari pihak keamanan kalau beliau itu Bu Melpa, lebih lanjutnya saya tidak tahu Bu Melpa itu selaku istrinya, yang saya tahu istrinya Pak Agus, ya Ibu Dina itu,” jelasnya.
Begitupun dengan saksi Sukarno, ia pada saat itu sebagai tukang air, mengantar air ke rumah pak Agus, karena sering datang ke rumahnya hampir setiap hari, ia juga kenal sama istri pak Agus. “Yang saya kenal istrinya itu adalah Ibu Dina,” singkatny. Ditanya oleh Kuasa Hukum Tergugat, apakah saksi tahu ada lagi yang mengaku istrinya Pak Agus, bernama ibu Melpa? Ia menjawab, “Kalau Ibu Melpa saya sama sekali tidak tahu, setahu saya istrinya itu ibu Dina, bahkan kalau bulan puasa gini saya disuruh menyiapkan parcel sampai malam, katanya untuk ibu-ibu Bhayangkara, karena Pak Agus sendiri kan seorang Polisi,” cetusnya.
Begitu pun halnya dengan saksi Moody Emile Papiliya, mengatakan bahwa ia pada saat itu selaku sopir pribadi Pak Agus, sepengetahuannya, istri Almarhum itu lebih dari satu, kalau Melpa itu dia pada saat itu belum menikah. “Ya kalau boleh saya katakan Almarhum pak Agus dengan ibu Melpa itu hanya sebatas pacaran lah, saya yang disuruh pak Agus mengantar Melpa pada saat ke Tunjungan Plaza nonton Bioskop, saya kan sopir pribadinya pak Agus jadi saya tahu,” katanya.
Lebih lanjut, Moody mengatakan, saat itu sejak tahun 1995 yang nempati rumah di Pondok Candra itu bu Dina, karena Bu Dina itu adalah istri dari almarhum pak Agus.
Seusai sidang Kuasa Hukum Tergugat Jance Leonard Sally bersama Jatmiko Agus Cahyono, mengatakan, “Terbukti dari keterangan saksi didalam persidangan tadi, Klien kami pun telah memberikan semua kelengkapan dokumen persyaratan dalam proses jual beli rumah kepada notaris/PPAT dan sudah membayar lunas kepada Pak Agus saat itu tahun 2013, para pihak juga hadir semua baik pihak penjual yakni pak Agus maupun Klien kami sebagai pembeli,” jelasnya.
Perkara ini sudah bolak balik diajukan gugatan oleh Penggugat di PN sidoarjo tahun 2020 lalu dicabut, lalu diajukan kembali ke PN Surabaya bulan januari tahun 2021 dan kembali dicabut, kemudian di tahun yang sama juni 2021 diajukan kembali ke PN Cibinong yang akhirnya gugatan dimenangkan Klien kami.
”Dan anehnya Penggugat baru mulai menuntut rumah tersebut hanya sesaat setelah pak Agus meninggal dunia, kenapa tidak mempermasalahkan pada saat pak Agus masih hidup? Kami pun sudah memberikan bukti mengenai adanya cerai talak yang diajukan sebanyak 2 kali oleh pak Agus kepada penggugat (Melpa), dan disitu bisa dilihat tidak ada sama sekali rumah jalan rambutan pondok candra itu tertera didalam daftar harta gono gini yang pada saat itu diajukan oleh penggugat (Melpa). Kebenaran dan keadilan akan terungkap meskipun ditutupi, kami yakin itu,” tuturnya. (NR).