Sidoarjo –TargetNews.id Sabtu 12 April 2025 Polemik sengketa tanah antara ibu dan anak kandungnya semakin meruncing dengan adanya temuan beberapa data yang diduga dipalsukan dan dijadikan alat untuk Peralihan hak secara tidak sah, meruncing dengan adanya somasi (Dumas) dari Organisasi Pers PWDPI yang telah di kirimkan ke kantor desa Kedungkendo atas dugaan penyalahgunaan kewenangan, pada hari Kamis (10/04/2025).
Kepala Desa Kedungkendo Hartoyo, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) atas sebidang tanah yang memunculkan banyak kejanggalan prosedural.
Kasus ini mencuat setelah Maslukah (korban), warga desa Kedungkendo kecamatan Candi kabupaten Sidoarjo yang mengadukan masalahnya kepada Agus Subakti selaku sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat Gempar DPW Jawa Timur, pada bulan Oktober 2024.
Menurut Agus Subakti, dengan adanya data-data yang ada,
diketahui bahwa proses jual beli tanah tersebut diduga direkayasa, dan dokumen-dokumen yang digunakan untuk pengurusan sertifikat disinyalir tidak sah secara hukum.
“Tanah yang dimaksud sebelumnya tercatat atas nama almarhumah Kinah Binti Jatilun, yang diketahui telah lama meninggal dunia. Namun dalam dokumen jual beli yang menjadi dasar penerbitan SHM, tercantum seolah-olah terjadi transaksi pada tahun 1997 antara Kinah dan seorang warga bernama Sugiman, yang saat itu bertindak mewakili anaknya yang masih di bawah umur” jelas Agus Subakti yang juga menjabat sebagai ketua dari Organisasi Pers PWDPI DPC Sidoarjo, Jumat (11/04/2025) malam.
Menurut informasi dilapangan, menyebutkan bahwa surat jual beli tersebut mencurigakan karena tidak pernah diketahui ataupun disetujui oleh ahli waris sah dari Kinah. Selain itu, surat tersebut baru muncul bertahun-tahun kemudian dalam proses pengajuan sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Sejumlah warga setempat dan pihak keluarga mengaku kaget ketika mengetahui bahwa tanah milik Kinah telah berganti nama menjadi milik orang lain tanpa proses yang transparan dan melibatkan para ahli waris.
“Sertifikat itu keluar tanpa sepengetahuan ahli waris. Padahal kami tahu betul tidak pernah ada jual beli tanah yang sah atas nama almarhumah. Apalagi disebut tahun 1997, almarhumah saja sudah lama meninggal sebelum itu,” ujar seorang ahli waris yang enggan disebut namanya.
Arif Darobi, SH selaku kuasa hukum dari Maslukah menjelaskan, “dugaan rekayasa ini diperkuat dengan peran aktif Kepala Desa Hartoyo, yang diduga mengesahkan dokumen-dokumen tersebut tanpa proses verifikasi yang valid. Hal ini dibuktikan dengan adanya dokumen yang telah pegang dan telah kita periksa secara detail. Dengan begitu memunculkan dugaan bahwa Kades menggunakan kewenangannya secara tidak semestinya demi meloloskan penerbitan SHM kepada pihak tertentu” jelas pengacara muda saat dikonfirmasi, Jumat (10/04/2025).
“Dan kita dari tim kuasa hukum Maslukah sudah dua kali melayangkan surat somasi kepada Kepala Desa Kedungkendo” imbuhnya.
Dari pantauan awak media Kasatmata.id adanya kasus sengketa tanah yang menimpa Maslukah mendapat sorotan dari sejumlah aktivis dan pemerhati hukum agraria di kabupaten Sidoarjo. Mereka menilai bahwa peran Kepala Desa dalam proses administrasi pertanahan harus sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab hukum.
“Ketika seorang kepala desa membubuhkan tanda tangan pada dokumen tanah, maka itu bukan hanya administratif, tapi bentuk pertanggungjawaban hukum. Apalagi jika menyangkut warisan dan kepemilikan yang sah secara adat maupun hukum formal,” tegas seorang pemerhati hukum dari LSM Agraria Bersatu.
Kasus ini kini tengah dipantau oleh sejumlah lembaga advokasi hukum yang mendorong agar pihak berwenang segera melakukan audit menyeluruh terhadap penerbitan SHM tersebut. Mereka mendesak agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan klarifikasi ulang terhadap berkas-berkas yang telah digunakan dalam proses sertifikasi.
Jika terbukti adanya manipulasi dan rekayasa data, maka tindakan tersebut bisa masuk ke dalam kategori pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, yang dapat dijerat dengan pasal pidana.
“Kami menduga kuat ada pelanggaran hukum berat dalam proses ini. Tidak hanya administrasi, tapi juga unsur pidana. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk di desa-desa lainnya,” tegas Ketua Organisasi Pers PWDPI DPC Sidoarjo.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Kedungkendo, Hartoyo, belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan yang dialamatkan padanya. Beberapa kali upaya konfirmasi dilakukan namun belum membuahkan hasil.
Pihak keluarga ahli waris Kinah sendiri telah menyiapkan langkah hukum untuk mengajukan keberatan resmi atas penerbitan sertifikat tersebut dan akan menempuh jalur hukum demi mengembalikan hak atas tanah mereka yang dinilai telah dirampas secara tidak sah.
Organisasi Pers Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) DPC Sidoarjo akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk memastikan transparansi dan keadilan hukum ditegakkan, agar masyarakat mendapat kepastian hak atas tanahnya tanpa ada penyimpangan wewenang dari aparat desa.
(Mas)