Kubu Raya — TargetNews.id Selasa, 15 April 2025 Ketegangan memuncak di Aula Kantor Camat Kubu, Kabupaten Kubu Raya, saat mediasi sengketa penjualan lahan seluas 400 hektar digelar. Mediasi yang dipimpin Asisten I Setda Kubu Raya, Mustafa, mempertemukan warga Dusun Tokaya, aparatur desa, serta pembeli lahan, Muhamad Nasir. Namun, alih-alih meredakan konflik, forum justru membuka borok panjang tata kelola lahan yang sarat dugaan pelanggaran hukum.
Warga menyuarakan kekecewaan terhadap proses transaksi lahan yang dinilai tertutup dan cacat prosedur. Perwakilan warga, Sarona, menuding Surat Pernyataan Tanah (SPT) diterbitkan tanpa musyawarah menyeluruh. Ia menyebut dana ganti rugi senilai Rp1,2 miliar yang diklaim telah disalurkan, justru belum dirasakan banyak warga.
“Kami tidak pernah diajak bicara, tiba-tiba tanah kami sudah berpindah tangan. Di mana uangnya? Kami tidak terima jika dipermainkan seperti ini,” tegas Sarona.
Kecurigaan warga diperkuat dengan ketiadaan transparansi dalam dokumen penyaluran dana dan daftar penerima. Kepala Desa Kubu, Hermawanyah, menyatakan dana telah dibagi ke sekitar 200 warga, namun menolak menunjukkan bukti atau dokumen resmi. Ketertutupan ini memicu tudingan penyalahgunaan wewenang.
Rp1,2 Miliar Raib, Harga Lahan Dipatok Hanya Rp6 Juta per Hektar
Nilai transaksi yang dipatok hanya Rp6 juta per hektar pun menuai protes keras. Selain dianggap jauh di bawah nilai pasar, warga menilai harga tersebut mengorbankan kepentingan ekonomi jangka panjang masyarakat.
Muhamad Nasir, sang pembeli, berdalih transaksi telah melalui cek lapangan dan kesepakatan pembagian PAD sebesar 20 persen dari hasil sawit. Namun ia mengakui bahwa sebagian besar lahan tidak layak olah karena termasuk kawasan konservasi.
“Kami tidak melakukan perambahan. Semua dilakukan dengan pengawasan. Hanya 150 sampai 200 hektar yang bisa ditanami sawit,” klaim Nasir.
Kades Lempar Tangan, Buka Proyek Lahan Baru di Simpang Cabit
Dalam pembelaannya, Kepala Desa Hermawanyah menyatakan keterbatasan anggaran desa, terutama untuk pembangunan fasilitas publik. Ia menyinggung proyek lahan terpisah di Simpang Cabit seluas 500 hektar yang disebut sebagai solusi ekonomi desa, namun justru membuka pertanyaan baru soal prioritas dan etika pengelolaan aset publik.
“Kenapa lahan dijual diam-diam, tapi warga disuruh diam?” tukas seorang tokoh masyarakat yang hadir.
Hermawanyah juga menyayangkan konflik desa dibawa ke luar jalur resmi, meski warga menilai mediasi tingkat desa selama ini tidak menghasilkan solusi apa pun.
Warga Siap Tempuh Jalur Hukum, Pemkab Siapkan Langkah Audit
Tekanan publik agar kasus ini dibawa ke ranah hukum kian menguat. Indikasi pelanggaran administrasi, penyaluran dana yang tidak jelas, serta ketimpangan informasi menjadi dasar desakan audit dan investigasi pidana.
Asisten I Setda Kubu Raya menyatakan pihaknya akan merekomendasikan langkah-langkah lanjut, termasuk kemungkinan audit terhadap transaksi lahan.
Jika tidak ditangani dengan transparansi dan tanggung jawab, skandal ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola desa dan mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.(reni)